KEDIRI: Eksekusi lahan sengketa di wilayah Kelurahan Singonegaran, Kota Kediri, berlangsung tegang, Kamis 2 Meret 2023. Pihak tergugat menolak jalannya eksekusi dan membentak juru sita dari Pengadilan Negeri Kota Kediri.
“Kami tidak menerima putusan eksekusi ini, karena tidak sesuai fakta. Kalau perlu saya akan melaporkan ini ke Presiden,” teriak salah satu keluarga tergugat.
Pihak Pengadilan Negeri Kota Kediri, kemudian mempertemukan kedua belah pihak (tergugat dan penggugat) untuk mediasi.
Setelah mediasi, akhirnya disepakati jika Pengadilan Negeri Kota Kediri tetap akan melakukan pembacaan putusan sita eksekusi, namun bukan eksekusi pengosongan.
“Ini kita melakukan putusan sita eksekusi, dengan luasan 772 meter persegi,” kata Dariadi, Panitera Pengadilan Negeri Kota Kediri.
BACA: Jatim Punya 630 Rumah Restorative Justice Sekolah
Sementara itu, Kuasa Hukum Firma Hukum pihak tergugat Eko Budiono mengatakan, tegas menolak atas putusan Pengadilan Negeri Kota Kediri. Sebab, hasil putusan luas gugatan itu dinilai tidak sesuai yang pada awal tuntutan 722 meter persegi. Dan pada saat putusan ini menjadi 772 meter persegi, selisih 50 meter.
“Itu yang jadi pertanyaan saya, atas putusan ini dipaksakan selisih 50 meter. Selain itu batasnya ini juga berbeda pada fakta sebenarnya,” jelasnya.
Mengenai putusan sita eksekusi Pengadilan Negeri Kota Kediri, Eko menyebut tergugat Endang Murtiningrum, masih dapat menempati rumah dan bangunan yang menjadi sengketa.
“Jadi sita eksekusi itu sertifikatnya itu tidak bisa dimiliki Endang, ataupun dialihkan ke pihak penggugat dan tergugat. Hanya jadi objek sita. Kita akan ajukan perlawanan dan gugatan lagi supaya diluruskan bagaimana,” tambahnya.
“Kita akan ajukan perlawanan dan gugatan lagi supaya diluruskan bagaimana,” sambungnya.
Untuk diketahui kasus sengketa tanah dan bangunan ini menimpa Endang Murtiningrum (53) yang digugat oleh 23 keponakan terkait ahli waris berlokasi di wilayah Kelurahan Singonegaran Kota Kediri.
Endang Murtiningrum adalah anak dari pasangan suami istri almarhum Moersad dan Toeminah, dibuktikan pengakuan tetangga, kelurahan, maupun akta kelahiran.
Endang mengaku telah diasuh dan dirawat sejak usia 5 hari oleh almarhum kedua orang tuanya. Dirinya saat itu sudah dibuatkan kutipan akta kelahiran nomor 126/IND/1971 tertanggal 08 April 1984.
“Ini buktinya (lembar akta) bahwa memang saya anak Almarhumah Moersad dan Toeminah,” tutup Endang, sambil memperlihatkan berkas akta kelahiran.
(TOM)