Pengelola Wisata di Mojokerto Kibarkan Bendera Putih, Kenapa?

Bendera putih dikibarkan para pelaku usaha destinasi wisata di Mojokerto (Foto / Metro TV) Bendera putih dikibarkan para pelaku usaha destinasi wisata di Mojokerto (Foto / Metro TV)

MOJOKERTO : Sejumlah pengelola wisata di Kabupaten Mojokerto mengibarkan bendera putih secara serentak, Minggu 25 Juli 2021. Pengibaran bendera putih ini sebagai bentuk keprihatinan atas apa yang terjadi terhadap tempat wisata di Kabupaten Mojokerto yang merugi akibat penutupan tempat wisata.

Selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, mulai tanggal 3 Juli sampai dengan tanggal 20 Juli 2021 dan perpanjangan PPKM Level 4 tanggal 20 Juli sampai dengan tanggal 25 Juli 2021, tempat wisata ditutup. Akibatnya pengelola tempat wisata di Kabupaten Mojokerto ini merugi.

Perwakilan penggerak wisata se-Kabupaten Mojokerto, Wiwit Haryono mengatakan, pengibaran bendera putih merupakan bentuk keprihatinan para pengelola atau pelaku usaha pariwisata di Kabupaten Mojokerto karena merugi hampir satu bulan.

BACA JUGA : Organ Dalam Jenazah Covid-19 Dijual, Polres Jember : Itu Hoaks, Kami Akan Tangkap Penyebar Video

“Kami bikin aksi keprihatinan serentak di seluruh pelosok Mojokerto. Karena kami bagian dari masyarakat Indonesia yang amat sangat terdampak langsung secara ekonomi dari adanya kebijakan penutupan-penutupan usaha kami,” ungkapnya.

Bendera putih yang dikibarkan di masing-masing tempat wisata di Kabupaten Mojokerto ini, sebagai tanda matinya pendapatan para pengelola tempat wisata. Sehingga pengelolaan wisata yang tergabung dalam Penggerak Wisata Mojokerto mengibarkan bendera putih.

“Mulai dari Trawas, Jatirejo, Kemlagi, Trowulan, Pacet dan sekitarnya, kami memulai memberikan secara seremonial bentuk keprihatinan atas matinya pendapatan selama hampir satu bulan ini. Dampak penutupan ini, kita rugi di barang dagangan dan segi pendapatan, sedangkan kewajiban kami seperti membayar pajak tetap,” katanya.

Menurut pemilik wisata air panas Jacuzzi ini, tak hanya pendapatan, modal usaha dan rusaknya barang-barang yang ada di tempat usaha akibat tidak dipergunakan juga dikeluhkan pengelola tempat wisata. Oleh sebab itu, pihaknya menuntut pemerintah untuk bisa mendukung pelaku usaha pariwisata terus beraktivitas dan memberikan bantuan sosial.

“Masukan kami hanya satu, adanya kebijakan untuk membantu teman-teman ini. Entah itu bentuknya sembako atau apalah untuk meringankan beban hidup. Namun kami berharap, tempat wisata segera dibuka karena sumber pendapatan hanya dari pembukaan pariwisata. Kami siap dengan pembatasan-pembatasan yang disyaratkan,” ujarnya.

Seperti kebijkan sebelum kebijakan PPKM Darurat yang diterapkan pemerintah. Jumlah pengunjung dibatasi dan penerapan protokol kesehatan yang ketat saat pengunjung datang ke tempat wisata, lanjut Sarko, pihak pengelola wisata akan menerima asalkan tempat wisata dibuka kembali.

Sementara itu, pengelola BumDes yang membawa wisata di Desa Ketapanrame, Kecamatan Trawas, Irwanto menambahkan, tempat wisata ditutup, maka pendapatan tidak ada. “Tapi kewajiban kami seperti membayar karyawan, pajak, listrik, dan lain-lain masih jalan. Para pelaku usaha yang biasanya berada ditempat wisata juga turut terdampak,” tambahnya.

Pihaknya berharap kepada pemangku kebijakan terkait dengan pembukaan tempat wisata. Menurutnya, jika tempat wisata tidak kembali dibuka maka kondisi ekonomi masyarakat kawasan wisata bisa terpuruk. Meski PPKM Level 4 sudah di hari terakhir, namun pengelolaan wisata belum mendapatkan informasi terkait dibukanya kembali tempat wisata.

“Kami berharap segara ada kejelasan kapan pembukaan, katanya sekarang hari terkahir perpanjangan PPKM Level 4 tapi sampai sekarang belum ada pemberitahuan apakah besok boleh dibuka atau tidak. Teknisnya nanti seperti apa jika dibuka juga belum ada pemberitahuan,” tegasnya.


(ADI)

Berita Terkait