SURABAYA : Terdakwa Moch Subechi Azal Tsani (MSAT) alias Mas Bechi dituntut 16 tahun penjara atas kasus dugaan asusila. Tuntutan itu dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Mia Amiati dari Kejati Jatim di Pengadilan Negeri Surabaya, Senin 10 Oktober 2022.
Menanggapi tuntutan itu, Ketua Tim Pengacara MSAT, Gede Pasek Suardika menyatakan tuntutan 16 tahun terhadap kliennya dianggap cukup sadis. Dia menuding, tuntutan itu menggambarkan adanya skenario awal yang menargetkan terdakwa untuk dihukum seberat-beratnya.
"Tuntutannya sadis. Percuma kita membuka fakta persidangan, menggali keterangan saksi, menguji alat bukti di sidang kalau kemudian desainnya kembali ke awal bahwa harus dihukum seberat-beratnya, ada target-target tertentu," katanya.
Ia menambahkan, dalam pertimbangan tuntutan, JPU dianggap telah mengakui adanya saksi yang bersifat testimonium de auditu alias saksi yang hanya mendengarkan keterangan dari orang lain. Meski demikian, jaksa meminta pada hakim agar tetap menggunakan kesaksian tersebut.
"Jaksa mengakui adanya saksi testimonium de auditu. Tapi dia (jaksa,red) minta pada majelis hakin untuk tetap dipakai," tandasnya.
baca juga : Waspada! Cuaca Ekstrem di Jatim Meningkat 6-10 Oktober
Selain persoalan tersebut, ia juga menyoroti soal adanya dua keterangan saksi yang namanya disebutkan dalam dakwaan sebagai pemberat. Namun disatu sisi nama tersebut juga tidak diakui oleh jaksa.
"Bayangkan mengakui testimonium de auditu, kemudian dia menyebutkan bahwa ada 2 keterangan yang dihadirkan oleh yang bersangkutan. Namanya disebutkan sebagai pemberat, tapi namanya tidak diakui, padahal mereka ini memberikan keterangan saksi berderet dengan korban. Dan saya kira ini, kalau boleh kalau tuntutannya lebih dari itu juga. Ini sama sekali tidak ada pertimbangan lain. Pokoknya gas pol, 16 tahun," tukasnya.
Dikonfirmasi mengapa tuntutan jaksa cukup tinggi, Suardika menyatakan sudah menduga sebelumnya. Ia beralasan, kasus tersebut dianggapnya sarat dengan rekayasa.
"Dari awal dari cara penggarapan kasusnya sudah begitu (ada rekayasa). Jadi dilengkapkan seperti ini, ya saya enggak tahu, apakah di ruangan sidang ini ada pengadilan atau penghakiman diujungnya nanti. Namanya pengadilan. Adil itu menguji alat bukti, saling berkesesuaian atau tidak," katanya.
Ia kembali menegaskan, bahwa perkara yang ditanganinya ini sudah didesain sedemikian rupa sejak awal. Oleh karenanya, ia pun menyindir jika sejak awal harusnya kasus tersebut tidak perlu lagi menghadirkan saksi maupun menguji alat bukti.
"Saya dari awal sudah katakan, kalau dari awal sudah didesain, cukup dakwaan langsung tuntutan. Enggak usah menggali keterangan saksi. Mengapa kita menggali keterangan saksi. Dan saksi diatas sumpah tidak dipakai. Jadi BAP pun dimintakan oleh JPU untuk dipakai juga, sebagai alat bukti. Untuk apa JPU kemudian mengurangi kalau memang mau menghadirkan BAP itu mau diuji. Ada 40 saksi, oleh JPU 16 sudah ditutup. Kita yang minta agar dihadirkan (semua saksi) yang lain," kata GPS.
Oleh karenanya, pekan depan ia akan mengajukan pembelaan atau pledoi untuk sang klien. Selain itu ia juga mengimbau pada jemaah Shiddiqiyyah untuk berdoa agar diberikan keadilan untuk kasus ini.
"Otomatis minggu depan pledoi. Pertanyaan, masih adakah ruang ruang keadilan di situ. Karena ruangan ini pun, teman-teman tahu sendiri kan, bagaimana ruang PN bisa dipakai podcast oleh oknum tertentu untuk menekan kekuasaan dan sebagainya. Tapi kami berharap seluruh keluarga besar Shiddiqqiyah ini, berdoa ajalah. Diatas keadilan manusia ada keadilan Tuhan," tandasnya.
"Anehnya, JPU meminta agar BAP dipakai sebagai alat bukti adalah hal yang aneh. Seharusnya kan mereka dihadirkan jadi saksi agar diuji keterangannya. Yang dipakai kan yang didalam sidang. Untuk apa ada sidang kalau saksi tidak dihadirkan tetapi minta kesaksiannya dipakai. Aneh kan? Jadi BAP dan keterangan saksi di sidang diuji. Kok. Malah baru (saksi) 16 distop? Sekarang minta lagi yang hadir untuk dipakai. Ada ada saja," tutupnya.
(ADI)