Bagaimana Indonesia Mengatur Pernikahan Beda Agama?

Ilustrasi pernikahan beda agama. Foto: Inibaru.id/Triawanda Tirta Aditya Ilustrasi pernikahan beda agama. Foto: Inibaru.id/Triawanda Tirta Aditya

JAKARTA: Baru-baru ini netizen dihebohkan dengan unggahan yang memperlihatkan pernikahan beda agama di Semarang, Jawa Tengah. Prosesi itu mengundang perdebatan netizen soal aturan pernikahan beda agama di Indonesia.

Lalu, bagaimana pemerintah Indonesia mengatur pernikahan beda agama?

BACA: Cinta Sejati, Tahanan Narkoba Nikahi Pujaan Hati di Kantor Polisi

Aturan pernikahan beda agama di Indonesia

Di Tanah Air aturan soal pernikahan beda agama tertuang dalam Undang Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pasal 2 Ayat 1 menyebutkan pernikahan dianggap sah apabila berdasarkan masing-masing hukum agama dan kepercayaan.

Hal ini pulalah yang diungkapkan Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah Kementerian Agama Anwar Saadi. “Ya, regulasi kita sudah jelas. Pernikahan itu sah menurut hukum masing-masing agama,” ungkap Anwar, dikutip dari inibaru.id, Kamis, 10 Maret 2022.

MUI: tidak sah!

Anwar menyebut, kebanyakan pasangan beda agama menikah dengan cara salah satu mempelai pindah agama agar mereka tidak kesulitan saat mengurus pernikahannya. Ini menjadi satu-satunya cara karena KUA tidak bisa mencatat pernikahan jika kedua mempelai berbeda agama.

“KUA cuma (bisa mencatat pernikahan) yang seagama. Kalau beda agama nggak bisa,” tegas dia.

Hal tersebut juga dikuatkan Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan yang menyatakan pernikahan beda agama merupakan hal yang tidak sah. Aturan itu sesuai dengan Fatwa MUI Nomor 4/Munas VII/MUI/8/2005 tentang Pernikahan Beda Agama.

BACA: Pasangan di Sampang Lakukan Akad Nikah di Tengah Banjir

“Perkawinan laki-laki muslim dengan wanita ahlul kitab menurut Qaul Mu'tamad adalah haram dan tidak sah,” jelas Amirsyah.

Ketentuan Mahkamah Agung No.231/PAN/HK.05/1/2019 Poin 2 yang dikeluarkan pada 30 Januari 2019 juga mengungkapkan pernikahan beda negara tidak diakui negara sekaligus tidak bisa dicatat. Namun, pernikahan bisa dicatat jika salah satu pasangan menyesuaikan.

Agama mengesahkan, negara mencatat

Meski sebagian orang mengatakan pernikahan beda agama tidak sah aktivis Indonesian Conference of Religion and Peace (ICRP), Ahmad Nurcholis justru memiliki pendapat lain. Menurutnya, adanya UU Perkawinan Tahun Nomor 1 tahun 1974 Pasal 2 ayat 1 dan 2 bisa menjadi jalan tengah terkait pernikahan beda agama.

"Negara sebenarnya hanya bertugas mencatat pernikahan, sedangkan sah tidaknya perkawinan memang menjadi urusan hukum agama masing-masing," kata dia Ahmad.

BACA: Tersangka Kasus Narkoba Menikah di Tahanan Polrestabes Surabaya

UU Perkawinan No 1 Tahun 1974, sambungnya, menunjukkan bahwa pernikahan beda agama tidak dilarang. “Yang disesuaikan hanya pelaksanaan pernikahannya, sesuaikan dengan hukum agamanya masing-masing,” pungkas dia.

“MA mengatakan, perkawinan beda agama tidak diakui oleh negara dan tidak dapat dicatatkan. Itu benar," tutur mediator nikah beda agama tersebut.

Ia berpendapat, pernikahan beda agama bisa saja dicatat oleh negara. Syaratnya, jika pernikahan tersebut dilaksanakan apabila agama salah satu pasangan dan pasangan yang lain menundukkan diri kepada agama pasangannya.


(UWA)

Berita Terkait