SURABAYA : Sidang terdakwa dugaan asusila Moch Subechi Azal Tsani (MSAT) kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Jumat 16 September 2022. Sidang kali ini, jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan satu saksi, yakni pengawas santriwati asrama Pondok Pesantren Shiddiqiyyah. Bukannya memberatkan, saksi justru meringankan terdakwa setelah ia memastikan korban tidak keluar asrama saat kejadian seperti yang dituduhkan dalam dakwaan.
Ketua Tim Kuasa Hukum MSAT, Gede Pasek Suardika menyatakan, saksi yang didatangkannya memang berprofesi sebagai penjaga asrama santriwati. Sehingga dalam keterangannya, saksi memastikan akan mengetahui dengan mudah jika ada para santriwatinya yang hendak keluar asrama. Sebab, ada sistem dan penjagaan yang cukup ketat mengatur keluar masuknya santriwati dari dalam asrama.
"Saksi ini menerangkan aktivitas di asrama putri. Kami ingin memastikan tempus delicti dua peristiwa (dalam dakwaan) itu," katanya.
Suardika menjelaskan dalam dakwaan ada dua peristiwa dimana semua peristiwa yang dituduhkan itu dimulai pada malam hari. Sehingga, dengan adanya saksi pengawas ini, pihaknya dapat memperjelas atas peristiwa yang dituduhkan.
"Ada 2 peristiwa, semua dimulai pada malam hari. Kalau konstruksi dakwaan jaksa ada yang bilang peristiwa satu terjadi pada jam 10 malam hingga besok siang hari. Lalu peristiwa ke dua ada yang mulai pukul 02.30 Wib dinihari," terangnya.
Menurut Suardika, saksi kembali menegaskan tidak mungkin ada orang atau santriwati yang dapat keluar pada jam-jam tersebut di asrama putri. Sebab, untuk dapat keluar dari asrama putri, ada syarat yang harus dipenuhi. Salah satu syarat yang dimaksud adalah adanya ijin keluar yang hal itu harus melalui saksi.
"Dari penjelasan itu terungkap tidak mungkin ada orang keluar jam segitu di asrama putri. Sehinga semakin menguatkan tempus delicti yang diajukan JPU tidak sinkron dengan peristiwa nyata. Karena mereka yang tahu syarat untuk keluar apa. Saya tanya apa korban minta ijin? ga ada," tukasnya.
Baca juga : Jaksa Hadirkan Tiga Saksi Meringankan untuk Mas Bechi
Ia lantas menjelaskan, selain soal ijin, sistem penjagaan untuk asrama putri jiga cukup ketat. Sebab, pada jam tertentu, asrama sudah dikunci oleh satuan pengamanan pondok.
"Pada jam tertentu (asrama) sudah dikunci. Ada juga satuan pengamanan pondok. Kalau oang keluar pasti melewati pagar dan lain-lain. Kalau pun ada yang keluar pasti dicek, benar ga dapat izin dan lain-lain. Kalau pulang dan balik harus pakai surat dengan tandatangan orangtua," imbuhnya.
Dalam hal kepengurusan asrama putri ini, ia menyebut setidaknya ada 12 orang pengurus yang menangani tempat tersebut. Ke 12 pengurus itu, memiliki tugas masing-masing yang akan dapat dengan mudah mendeteksi santriwati yang keluar masuk asrama.
"Jadi cerita itu hanya (cerita) tunggal, yakni dari cerita saksi korban saja. Dengan sistem pintu gapura ditutup, tidak akan ada orang keluar masuk seenaknya. Ada 3 bangunan 2 lantai yang setiap pintunya dijaga. Sistem pengamanan santriwati disini sudah bagus," tegasnya.
Sementara itu, JPU, Tengku Firdaus mengatakan, dalam sidang kali ini sebenarnya ada dua saksi yang dihadirkan. Namun hanya 1 yang diperiksa, dengan alasan karena ada hakim yang sedang ada keperluan. Disinggung soal keterangan saksi yang menguatkan alibi terdakwa? Firdaus enggan banyak berkomentar.
"Kualifikasi tidak bisa menyatakan menguatkan atau tidak. Biarlah nanti hakim yang menilai," ujarnya singkat.
(ADI)