SURABAYA: Terdakwa pencemaran nama baik di RS Mata Undaan, dokter Sudjarno sudah divonis hukuman percobaan tiga bulan. Meski demikian, perkara yang menyeret mantan Direktur RS Mata Undaan ini belum tuntas. Pasalnya, terdakwa mengajukan banding.
Menanggapi hal itu, pelapor perkara tersebut, dr Lidya Nuradianti akhirnya angkat bicara. Didampingi kuasa hukumnya George Handiwiyanto, dokter Lidya menyatakan tak keberatan dengan vonis hakim tersebut. Sebab, meski terdakwa dihukum percobaan, namun hal itu sudah membuktikan dirinya tidak bersalah dalam kasus itu.
"Saya hanya ingin membersihkan nama saya atas fitnah dan pencemaran nama baik. Dengan vonis itu membuktikan saya tidak bersalah," kata Lidya, Sabtu 30 Januari 2021.
Diketahui sebelumnya, Sudjarno awalnya memberikan surat teguran kepada dokter Lidya selaku anak buahnya di rumah sakit tersebut. Lidya dianggapnya telah melanggar prosedur kerja dan etika profesi.
Masalahnya, seorang pasien Lidya mata kirinya dioperasi oleh perawatnya. Perawat dalam aturannya tidak berkewenangan mengoperasi dan yang seharusnya mengoperasi mata pasien adalah dokter Lidya.
“Operasi itu tanpa sepengetahuan saya. Saat itu saya sedang melakukan operasi di ruangan lain yang steril sedangkan operasi yang dilakukan perawat itu di ruangan non steril. Saat itu juga ada enam atau tujuh pasien yang harus saya tangani secara beruntun. Jadi saya tidak tahu,” ungkapnya.
Dia mengatakan sebenarnya kasus ini sudah dilakukan mediasi. Perawat yang bernama Anggi Surya Arsana yang saat itu mengoperasi pasien juga sudah membuat pernyataan. Isinya jika ia memang melakukan operasi atas inisiatif sendiri. Lidya mengira setelah adanya surat pernyataan itu, kasus ini selesai.
“Jadi saya tegaskan itu bukan perintah saya. Saat itu saya juga tidak tahu jika ia (Anggi) melakukan operasi,” terangnya.
Selain itu, sebenarnya Anggi tidak memiliki kewenangan untuk melakukan operasi itu. Sebab dia tak memiliki kapasitas untuk itu. Namun pihak manajemen rumah sakit justru memberikannya surat teguran kepada Lidya.
“Surat teguran itu diberikan dua bulan setelah kejadian itu. Padahal pasien juga sudah dilayani dengan baik dan sepakat tak memperpanjang atau menuntut kasus itu. Jadi kalau ada keterangan pasien protes itu tidak benar. Ada bukti tanda tangan pasien kok,” terangnya.
Sehingga dalam hal ini, Lidya merasa didzolimi. Polemik ini sempat diproses Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Surabaya. Setelah diproses, terdakwa Sudjarno diminta untuk mencabut surat teguran itu, namun dia tak bergeming.
“Kemudian hingga tujuh bulan tak ada tindak lanjut saya melaporkan kasus ini ke Polrestabes Surabaya. Setelah dua bulan diproses penyidik, IDI lantas mengeluarkan surat jika saya tidak bersalah,” katanya.
Menurut Lidya, seharusnya surat teguran itu diberikan jika ada pasien yang komplain saat itu. Namun pasien baru menuntut setelah tujuh bulan kejadian itu. Lalu, terkait pasien itu protes ke rumah sakit hingga meminta ganti rugi Rp 450 juta, Lidya tidak tahu.
“Kalau ada perjanjian antara dia (Sujdarno) dan pasien juga saya tidak tahu. Apa ada kong kalikong saya juga tidak tahu. Justru saya tahu ada kesepakatan itu di persidangan,” pungkasnya.
Perbuatan terdakwa dianggap sebagai penghinaan yang menyerang kehormatan Lidya karena tidak mempunyai kewenangan menilai dokter melanggar etik atau tidak. Setelah itu, dokter Lidya menjadi bahan pergunjingan di rumah sakit. Dia sempat mendengar seorang dokter menggunjingnya di kantin dengan menyatakan Lidya sudah ditegur karena melanggar kode etik. Kasus itu kemudian menjadi rahasia umum.
Saat ditanya soal keberanian perawat Anggi untuk berinisiatif melakukan operasi terhadap pasien. Lidya mengaku dirinya tak tahu alasan pasti si perawat.
Apakah sebelumnya kerap terjadi, seorang perawat bisa melakukan operasi terhadap pasien di RS Mata Undaan?, tanya wartawan.
“Kalau soal sebelumnya pernah atau kerap terjadi saya tidak tahu, namun yang pasti, saat melakukan operasi, saya hanya berkosentrasi terhadap kondisi pasien dan aktifitas di ruangan operasi, jadi tidak sempat untuk turut campur urusan di ruangan lain,” ujar dokter yang juga berpraktek di RS Delta Sidoarjo ini.
Dalam perkara ini, dr Sudjarno didakwa melanggar Pasal 310 ayat (2) KUHP dan pasal 311 ayat (1) KUHP. Terpisah, Penasehat Hukum terdakwa, Sumarso SH kepada wartawan mengaku bakal mengajukan upaya hukum banding atas putusan hakim diatas. Menurutnya, terdakwa sebagai direktur, terdakwa berhak memberikan surat teguran sebagai upaya pembinaan kepada bawahannya.
(TOM)