JAKARTA : Pemerintah resmi menetapkan penyaluran pupuk bersubsidi hanya difokuskan pada dua jenis, yakni Urea dan NPK, dari sebelumnya sebanyak lima jenis pupuk. Masa transisi sebelum perubahan skema penyaluran ditetapkan selama tiga bulan hingga September 2022.
"Kami kasih waktu tiga bulan, untuk (sisa) stok yang sudah telanjur ada di kios penyalur, mulai Oktober sudah dua jenis, tahun depan full dua jenis," kata Direktur Pupuk dan Pestisida, Kementerian Pertanian, Mohammad Hatta, Senin 18 Juli 2022.
Selama ini, jenis pupuk yang mendapatkan subsidi pemerintah yakni jenis Zwavelzure Amonium (ZA), Urea, SP-36, NPK, dan pupuk organik Petroganik. Pupuk bersubsidi juga menyasar hingga 70 komoditas pertanian. Lewat pemangkasan menjadi hanya dua jenis, cakupan komoditas juga ikut dipangkas menjadi hanya sembilan komoditas. Yakni padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, tebu rakyat, kopi, dan kakao.
Pemangkasan jenis pupuk subsidi sekaligus menindaklanjuti saran dari Panitia Kerja Pupuk Bersubsidi Komisi IV DPR. Di satu sisi, pemfokuskan sasaran program pupuk subsidi sekaligus menyikapi dinamika harga global. Menurut Hatta, harga pupuk yang paling terdampak kenaikan yakni Urea dan NPK diyakini petani tak akan mampu membelinya. Di satu sisi, dua jenis itu paling dibutuhkan petani.
Langkah itu diharap mampu mendorong optimalisasi hasil pertanian, menjaga ketahanan pangan, dan meningkatkan kesejahteraan petani Indonesia. Langkah tersebut juga diambil agar produk hasil pertanian Indonesia terutama yang memiliki kontribusi terhadap inflasi bisa terus terjaga.
Baca juga : BMKG Prediksi Wilayah Indonesia Akan Diguyur Hujan dan Gelombang Tinggi
Hatta tak menampik, nantinya ada keluhan bahkan konflik yang timbul di masyarakat petani. Pemerintah siap menyerap aspirasi petani, agar proses penyaluran pupuk subsidi semakin mudah. Kementan bersama PT Pupuk Indonesia (Persero) juga mulai menerapkan uji coba penggunaan aplikasi digital untuk penebusan pupuk subsidi. Uji dimulai dari Bali.
Tenaga Ahli Utama Kedeputian III KSP Bustanul Arifin mengatakan hal senada. Gejolak dan protes pasti akan bermunculan. Namun pemerintah harus terus memberikan pemahaman kepada masyarakat petani. "Setiap perubahan akan begini, terkadang (kebijakan) berubah pun belum cukup, jadi tentu kita akan tunggu kebijakan berikutnya," katanya.
Sementara itu, Komisioner Ombudsman, meminta masyarakat maupun pemerintah daerah ikut mengawasi perubahan kebijakan itu. Tanpa pengawasan bersama, dampak positif yang diharap dari perubahan kebijakan itu tidak akan signifikan. "Walau sudah ada mitigasi, mudah-mudahan tidak ada kisruh di masyarakat," ujarnya.
(ADI)