Inspiratif, Sekolah di SMK Ini Hanya Bayar Pakai Kotoran Sapi

Siswa SMK Pemda tengah memasukkan kotoran sapi untuk dijadikan pupuk (Foto / istimewa) Siswa SMK Pemda tengah memasukkan kotoran sapi untuk dijadikan pupuk (Foto / istimewa)

PONOROGO : Sebuah lembaga pendidikan di Ponorogo membuat kegiatan pendidikan unik dan inspiratif. Siswa dibebaskan dari biaya alias gratis dan hanya diharuskan menyetorkan kotoran sapi ke sekolah. Salah seorang siswa Agung Cahaya Ilham sibuk membersihkan kandang sapi. Sebagian dimasukkan karung dan dibawa ke sekolah. Usai menyetor kotoran sapi, dia mengikuti kegiatan belajar bersama puluhan siswa lainnya.

Inilah rutinitas Agung bersama puluhan siswa SMK Pemda, Jurusan Peternakan di Desa Pudak Wetan, Kecamatan Pudak, Kabupaten Ponorogo. Semua siswanya merupakan anak-anak petani dan peternak sapi perah. Siswa ini setiap hari bekerja di kandang dan mencari rumput di hutan.

Sekolah dengan 44 murid ini sangat unik. Tidak semua siswa mengenakan sepatu saat sekolah. Ada siswa yang hanya mengenakan sandal. Ada yang berseragam ada juga yang memakai bahu biasa. Tempat belajarnya juga tidak pasti, kadang di ruang kelas, kadang di dekat pengolahan limbah sapi.

Baca Juga : Sosok Inspiratif, Diva Raih Gelar Doktor di Usia 24 Tahun

Jam belajarnya mulai pukul 12.00 siang hingga pukul 16.00 WIB. Waktu ini sengaja dipilih karena pada pagi hingga siang hari para siswa harus bekerja mencari pakan ternak "Saya dulu lulus SMP dan tidak melanjutkan lagi karena kesulitan biaya. Makanya senang sekali bisa sekolah lagi. Apalagi hanya membayar pakai kotoran sapi," kata salah seorang siswa Agung, Selasa 28 September 2021.

Agung mengatakan kotoran sapi yang dia bawa selanjutnya diolah lagi menjadi pupuk organik. Para siswa juga bisa ikut praktik langsung membuat pupuk. Diketahui, sekolah gratis ini didirikan oleh Yayasan Quantum Iklas Ponorogo. Sekolah ini didirikan berawal dari keprihatinan atas banyaknya lulusan SMP di Kecamatan Pudak yang tidak melanjutkan ke SMA atau AMK. Alasannya, tidak memiliki biaya. Di sana, mayoritas anak-anak bekerja menjadi pemerah susu.

"Selain karena banyak anak putus sekolah, kami juga prihatin setiap hari 140 ton kotoran sapi dibuang ke sungai. Akibatnya pencemaran sangat tinggi. Karena itu, kami membuat sekolah ini. Kami ingin buktikan bahwa dari kotoran sapi anak-anak bisa pandai, menjadi insinyur atau lainnya," kata Ketua Yayasan Imam Subaweh.

Imam bersyukur, dengan segala keterbatasan sekolah ini terus berjalan melakukan kegiatan belajar mengajar dan limbah kotoran sapi bisa dikurangi.

 


(ADI)

Berita Terkait