Mafia Tanah di Surabaya Diringkus, Rugikan Korban Hingga Rp22 Miliar

Polisi bongkar mafia tanah bermodus jual kavling fiktif di Surabaya (Foto / Metro TV) Polisi bongkar mafia tanah bermodus jual kavling fiktif di Surabaya (Foto / Metro TV)

SURABAYA : Kasus penjualan tanah kavling fiktif di kawasan Medokan Ayu Tambak, Surabaya dengan keuntungan Rp22 miliar dibongkar. Polisi menentapkan Direktur PT Barokah Inti Utama, Eddy Sumarsono (55), sebagai tersangka. Dia terbukti menjual tanah kavling fiktif kepada para pembeli.

"Dalam praktiknya pelaku melakukan penjualan tanah kavling fiktif yang berada di kawasan Medokan Ayu Tambak milik warga yang meninggal dunia kepada nasabahnya. Total keuntungan yang ia raup mencapai Rp22 miliar," ujar Wakasat Reskrim Polrestabes Surabaya, Kompol Edy Herwiyanto, Senin 22 November 2021.

Edy menjelaskan, tersangka memasarkan kavling-kavling tanah dengan total luas 56 ribu meter persegi yang telah diplot sesuai site plan itu melalui brosur dan media sosial (medsos) atas nama PT Barokah Inti Utama. "Tersangka menawarkan sebidang tanah kepada 223 nasabah atau konsumen dengan harga per kapling antara Rp90 sampai 300 juta," papar dia.

Baca Juga : KPAI Geram, Minta Kasus Penganiayaan Remaja di Malang Diusut Tuntas

Edy menambahkan, setelah para pelanggannya membayar, tersangka tak kunjung memberikan dokumen-dokumen tanah yang telah ia janjikan. Sebab tanah itu memang tidak ada. Yang selama ini ia promosikan adalah tanah tambak milik seorang warga yang telah meninggal dunia.

"Pada kenyataan sebenarnya, tanah tersebut bukan milik tersangka atau PT tersebut. Tanah tersebut milik warga yang sejak tahun 1979 meninggal dunia," tuturnya.

Edy menyebut, tersangka melalui PT Barokah Inti Utama sudah beroperasi sejak Tahun 2015. Sejak awal beroperasi, tersangka sudah mendapatkan 223 nasabah. Tingkah mencurigakan yang kerap ditunjukkan tersangka memang tidak langsung ketahuan, lantaran ia selalu berkelit setiap ditanya kejelasan oleh para pelanggan

"Saat ini korban yang melapor di Polrestabes Surabaya ada sekitar 7 orang, perwakilan dari korban yang lain. Sedangkan korban ada yang pegawai swasta, PNS, maupun anggota TNI," ungkapnya.

Salah satu korban, Djuhairi mengaku tergiur dengan promosi yang disampaikan melalui brosur atas adanya tanah di Medokan Ayu Tambak itu. Setelah membayar dengan cara mengangsur, dia tak kunjung mendapatkan tanah. Akhirnya, anggota TNI ini melaporkan tersangka ke kepolisian.

"Saya beli Rp 260 juta. Saya bayar Rp 168 juta dengan cara dicicil, ada yang tunai, ada yang transfer. Beli Tahun 2016 dijanjikan 4 tahun sudah dikavling-kavling. Ternyata gak ada tanahnya. Saya tanya katanya konservasi. Begitu saya minta uangnya kembali, dia kabur," papar dia.

Atas kasus tersebut, tersangka dijerat Pasal 372 dan 378 KUHP Jo 64 karena berkelanjutan perbuatannya, dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara.


(ADI)

Berita Terkait