MALANG : Kasus pengusiran pendakwah Haikal Hassan (Babe Haikal) menyita perhatian Pemkot Malang dengan mengumpulkan sejumlah tokoh agama. Beberapa tokoh tersebut antara lain Majelis Ulama Indonesia (MUI), Dewan Masjid Indonesia (DMI), perwakilan organisasi masyarakat (ormas), tokoh lintas agama, serta Forkopimda Malang.
Wali Kota Malang Sutiaji mengaku persoalan penolakan Haikal Hassan bisa menjadi pelajaran di kemudian hari. Dia meminta semua pihak untuk tak langsung melabeli seseorang melanggar atau tak sesuai, sebelum melakukan kroscek atau tabayyun.
"Untuk menolak kehadiran ustad A, ditemukan kenapa ditolak karena ini. Seandainya tidak melakukan ini, ini gimana jawabannya nggak apa-apa, penanggungjawabnya siapa dipanggil. Saya tegaskan tabayyun dulu. Di sini boleh dengan norma-norma tidak boleh menyinggung yang lainnya," katanya, Rabu 26 Januari 2022.
Sutiaji mengaku mengumpulkan tokoh agama demi menjaga kondusivitas dari isu-isu SARA. Dia menyayangkan adanya isu-isu SARA yang berkembang pasca peristiwa pengusiran Haikal Hassan.
Baca Juga : Datangi Kota Malang, Penceramah Haikal Hassan Diusir Warga
"Pengumpulan ini dalam rangka untuk menjaga kondusifitas Kota Malang. Karena sekarang ada isu-isu SARA yang berkembang dan Kota Malang ini tempatnya mahasiswa dari semua," terangnya.
"Sekarang lagi ramai Kalimantan, jangan sampai ada gap atau clash antara daerah satu dengan daerah lain. Kita menyadari. Tokoh agama yang dikumpulkan tentu karena mereka punya umat, dan menyampaikan kepada umat mereka," tambahnya.
Dirinya menegaskan masing-masing kelompok di masyarakat untuk sama-sama saling menjaga dan tidak membuat kegaduhan. Maka ia menegaskan pentingnya saling bersinergi baik organisasi kemasyarakatan berbasis agama, maupun lainnya.
"Kadang masih mengatasnamakan, ada orang yang masing-masing mengatasnamakan kelompok A, B. Kemudian membuat surat, itu akan membuat kegaduhan. Itu nanti pentingnya kita bersinergi dengan organisasi induk. Kalau masjid sudah ada wadahnya, siapapun harus gabung ke Dewan Masjid Indonesia. Tidak peduli itu NU, Muhammadiyah, garis keras, garis nggak keras, harus ada di sana," terang pria kelahiran Lamongan ini.
Dia juga mengungkapkan perlunya kearifan lokal masing-masing wilayah untuk meminimalisir potensi permasalahan SARA. Maka dirinya menegaskan tak akan memberi toleransi bila ada orang-orang atau pihak-pihak yang menghalalkan segala cara berdalih agama.
"Agama itu dirasa. Biarpun pintar hafal dalil agama, tapi kalau rasa tidak bisa menghormati orang lain, tidak bisa dilaksanakan apa artinya. Di agama yang saya yakini itu adalah hubungan dengan Tuhan dan manusia itu berimbang," tuturnya.
Diketahui beberapa hari lalu Haikal Hasaan diusir warga saat memberikan ceramah di sebuah acara majelis taklim. Pengusiran dilakukan karena ada warga yang tidak sependapat dengan kehadirannya. Meski begitu, tidak ada tindakan anarkistis dalam insiden tersebut.
(ADI)