SURABAYA: Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa mengunjungi sekaligus berlebaran bersama pekerja migran yang sedang menjalani karantina di Asrama Haji Surabaya, Kamis 13 Mei 2021
Orang nomor satu di Pemprov Jatim tersebut membawa makanan khas lebaran, seperti ketupat sayur, lepet dan kurma.
”Lebaran ini adalah momen berbagi kebahagiaan dan kebersamaan. Alhamdulillah saya bisa merayakan Idul Fitri dengan teman-teman pekerja migran yang pastinya merindukan rumah dan keluarga,” kata dia.
Tak hanya bersama pekerja migran, kebersamaan dan kebahagiaan juga dinikmati Gubernur Khofifah bersama para relawan Covid-19, Satpol PP, petugas serta perawat di area Asrama Haji dengan memberlakukan protokol kesehatan ketat.
Mengenal Lepet Jawa, Sunda dan Betawi
Kue lepet yang dibawa Khofifah adalah kudapan khas masyarakat Jawa. Namun juga ada di Betawi dan Sunda. Bahan dasarnya sama, yaitu beras ketan. Bentuknya mirip lontong, tetapi bertekstur liat dan lengket.
Ada beragam isi lepet seperti kacang tanah, kacang merah, kacang tolo, dan kacang koro. Bahan dasar lepet pun tak hanya beras ketan.
Di daerah Jawa Timur seperti Lamongan dan Tuban membuat lepet jagung dengan rasa khas. Lepet jagung berbeda dengan lepet pada umumnya. Pembungkusnya tidak pakai daun pisang melainkan kulit jagung manis.
Lepet jagung Lamongan punya rasa lebih manis, sedangkan lepet jagung Tuban cenderung gurih.
Lepet memiliki filosofi dalam bahasa Jawa, yakni silep kang rapet atau tertutup rapat. Filosofi ini bermakna bahwa setelah mengaku salah (lepat), maka pihak lain cukup memaafkan dan berusaha untuk tidak mengungkitnya lagi.
Orang Betawi mengenal dua macam lepet, yaitu lepet isi kacang jogo (kacang merah) dan lepet isi beras ketan yang biasa disantap dengan kinca (saus gula merah santan).
Orang Sunda biasa menyebut lepet dengan sebutan leupeut. Orang Sunda biasa memakan leupeut isi kacang tanah bersama tahu Sumedang.
Lepet Dikenalkan Sunan Kalijaga
Ditilik dari sejarah, sebagian riwayat manyatakan Ketupat dan Lepet di Jawa kali pertama diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga (Raden Said) bersamaan dengan istilah ba’da (setelah) kepada masyarakat Jawa.
Lepet dari kata silep kang rapet. Monggo dipun silep ingkang rapet (mari kita kubur/tutup yang rapat). Jadi setelah mengakui kesalahan (lepat), kemudian meminta maaf, maka kesalahan yang sudah dimaafkan itu jangan pernah diulang lagi, agar persaudaraan semakin erat seperti lengketnya ketan dalam lepet.
Inilah cikal bakal munculnya kalimat Mohon maaf lahir dan bathin, ngaturaken sedoyo kelepatan disaat ‘ldul Fitri di Indonesia dan Pulau Jawa pada khususnya.
Begitu besar peran para wali dalam memperkenalkan agama Islam dengan santun. Karena itu umat Islam di Nusantara sudah seharusnya memuliakan budaya atau ajaran yang telah disampaikan para wali di Indonesia ini.
(TOM)