Fenomena Bediding Melanda Jatim, Ini Penjelasan BMKG

Ilustrasi / Medcom.id Ilustrasi / Medcom.id

JAKARTA : Kejadian suhu udara dingin dirasakan beberapa daerah di Jawa Timur saat musim kemarau. Fenomena ini rupanya menimbulkan pertanyaan di tengah masyarakat. Namun tak perlu khawatir, sebab fenomena suhu udara dingin merupakan fenomena alamiah yang biasa terjadi di bulan-bulan puncak musim kemarau (Juli - September).

"Kondisi ini biasa disebut dengan fenomena bediding," tulis BMKG di akun Instagramnya.

Fenomema bediding terjadi karena saat ini wilayah Jawa hingga NTT menuju periode puncak musim kemarau, dimana pada periode ini ditandai oleh pergerakan angin bertiup dominan dari arah Timur yang berasal dari Benua Australia.

BMKG memaparkan jika pada bulan Juli ini wilayah Australia berada dalam periode musim dingin. Sifat dari massa udara yang berada di Australia ini dingin dan kering. Fenomena Tanah Gerak Robohkan Rumah di Majalengka, 50 Warga Mengungsi Adanya pola tekanan udara yang relatif tinggi di Australia menyebabkan pergerakan massa udara dari Australia menuju Indonesia atau yang dikenal dengan istilah Monsoon Dingin Australia.

BACA JUGA : 5 Trik Pilih Hewan Kurban yang Sehat

Angin monsun Australia yang bertiup menuju wilayah Indonesia melewati perairan Samudera Indonesia yang memiliki suhu permukaan laut juga relatif lebih dingin, sehingga mengakibatkan suhu di beberapa wilayah di Indonesia terutama bagian selatan khatulistiwa (Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara) terasa lebih dingin. Berkurangnya awan dan hujan di Pulau Jawa, Bali, NTB, dan NTT terlihat cukup signifikan dalam beberapa hari terakhir juga disertai oleh berkurangnya kandungan uap air di atmosfer.

Secara fisis, jelas BMKG, uap air dan air merupakan zat yang cukup efektif dalam menyimpan energi panas. Sehingga, rendahnya kandungan uap di atmosfer ini menyebabkan energi radiasi yang dilepaskan oleh bumi ke luar angkasa pada malam hari tidak tersimpan di atmosfer dan energi yang digunakan untuk meningkatkan suhu atmosfer di atmosfer lapisan dekat permukaan bumi tidak signifikan.

Hal inilah yang menyebabkan suhu udara di Indonesia saat malam hari di musim kemarau relatif lebih rendah dibandingkan saat musim hujan atau peralihan. Selain itu kandungan air di dalam tanah menipis dan uap air di udara pun sangat sedikit jumlahnya yang dibuktikan dengan rendahnya kelembaban udara.

 


(ADI)

Berita Terkait