Pemerintah berkomitmen untuk menciptakan kendaraan listrik di dalam negeri. Sejumlah langkah kebijakan telah dilakukan demi mewujudkan komitmen tersebut. Seperti kebijakan larangan ekspor mineral, hingga pembangunan smelter milik PT Freeport Indonesia di Manyar, Gresik.
Bukan tanpa sebab kebijakan-kebijakan tersebut dilakukan. Pemerintah ingin melakukan hilirisasi industri di dalam negeri yang sudah digaungkan sejak lama. Tentunya, dengan hilirisasi industri menjadi langkah awal untuk pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
Keberadaan smelter milik PT Freeport Indonesia tersebut juga menjadi titik awal ekosistem kendaraan listrik yang sedang tren saat ini. Apalagi Indonesia telah menunjukan komitmennya terhadap target pengentasan masalah iklim yang tertulis dalam Perjanjian Paris.
Pada September 2022 lalu, Indonesia telah melaporkan dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (NDCs), yang menyatakan peningkatan target pengurangan emisi yang semula berada di angka 29% menjadi 31%.
Dalam hal ini, transportasi menjadi sektor yang krusial bagi strategi mitigasi perubahan iklim Indonesia. Dalam sektor ini memakan 44% dari seluruh konsumsi energi final nasional. Untuk mencapai tujuan iklim tersebut, Indonesia sangat membutuhkan sebuah ekosistem transportasi yang lebih menerapkan prinsip berkelanjutan.
Dengan beroperasinya smelter PT Freeport Indonesia yang ditarget pada Mei 2024 mendatang, ekosistem industri berbasis kendaraan listrik digadang-gadang akan bermunculan di Indonesia. Apalagi, PTFI sendiri mampu memproduksi 600 ribu katoda tembaga.
Dimana 65 persen konsumsi tembaga dunia digunakan pada aplikasi penghantar listrik. Terutama kendaraan listrik yang menggunakan tembaga 4 kali lebih banyak dibandingkan kendaraan konvensional. Belum lagi produksi katoda tembaga nasional yang diprediksi akan mencapai 900 ribu ton per tahun.
Langkah kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk membangun ekosistem kendaraan listrik tanah air memang sangat serius. Bahkan material dasar kendaraan listrik dipersiapkan untuk diproduksi di dalam negeri. Di tahun 2023 ini, pemerintah juga sudah gencar mempromosikan transisi energi kendaraan bermotor. Dari sebelumnya kendaraan konvensional, pemerintah mulai melakukan kebijakan terhadap pembelian kendaraan listrik.
Seperti memberikan insentif PPN bagi masyarakat yang membeli kendaraan listrik. Baik itu sepeda motor maupun mobil. Tidak hanya sampai disitu, pemerintah juga mengeluarkan instruksi kepada kepala daerah untuk beralih menggunakan kendaraan listrik untuk kendaraan dinas.
Namun tidak mudah merubah kebiasaan masyarakat Indonesia untuk beralih dari kendaraan konvensional ke kendaraan listrik. Apalagi ekosistem pendukung kendaraan listrik masih sangat jarang ditemui di daerah-daerah.
Hal ini tentunya juga menjadi catatan pemerintah agar berjalan beriringan. Antara menciptakan ekosistem industri kendaraan listrik, promosi, dan fasilitas pendukungnya. Seperti contoh, tempat pengisian baterai kendaraan listrik yang masih belum banyak dijumpai.
Ketika akan membeli kendaraan listrik, otomatis masyarakat juga memikirkan dimana akan mengisi baterai apabila habis. Lalu, dimana tempat servis kendaraan listrik. Bagaimana harga jual kendaraan apabila ingin berganti unit mobil. Tentu pertanyaan-pertanyaan seperti itu sering muncul dibenak masyarakat Indonesia sebelum membeli kendaraan.
Sebetulnya, transisi modal transportasi ini sangat bagus. Selain untuk beralih menjadi energi terbarukan, kendaran listrik bisa mengurangi emisi karbon. Pemerintah sendiri benar-benar berkomitmen membawa Indonesia untuk menjadi raja kendaraan listrik. Bahkan Indonedia menginisasi ekosistem kendaraan listrik bagi negara-negara ASEAN.
Bagi masyakat Indonesia, kesempatan menjadi pusat ekosistem kendaraan listrik juga perlu diimbangi dengan peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM). Sebagai seorang akademisi, perlu menuntut ilmu dengan serius agar kelak menjadi bagian dari ekosistem masa depan. Terutama kami bagian dari Universitas Airlangga juga diharapkan mampu menciptakan perubahan bagi masa depan. (*)
*Ditulis Sadrina Pramesti / Mahasiswa semester II Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya.
(ADI)