SURABAYA : Persoalan demokrasi di Indonesia yang semakin mengkhawatirkan. Hal ini mengakibatkan banyaknya kekerasan, penyalahgunaan populisme dan terjadinya polarisasi politik diantara kelompok masyarakat. Kondisi ini menjadi persoalan serius yang berdampak pada kemunduran demokrasi di Indonesia.
Ketua Pusat Studi Anti-Korupsi & Demokrasi (PUSAD), Satria Unggul Wicaksana mengatakan kondisi demokrasi ini digambarkan dalam buku “Demokrasi di Indonesia dari Stagnasi ke Regresi” yang ditulis Thomas Power. Menurutnya, membaca dan membedah buku dari stagnasi ke regresi ini menjadi satu hal penting yang harus dilakukan oleh akademisi menjelang pelaksanaan Anti Coruuption Summit (ACS) ke-5, yang isunya adalah membahas korupsi di sektor politik yang merupakan akar persoalan kemunduran demokrasi di Indonesia.
“RUU KUHP, revisi Undang-undang KPK, dan berbagai macam praktik ugal-ugalan demokrasi kita semakin menandakan bahwa penting adanya refleksi dan konsolidasi gerakan masyarakat sipil,” katanya, Jumat 26 Agustus 2022.
Ia berharap kedepan pembahasan demokrasi di Indonesia akan terus digalakkan mengingat tahapan Pemilu 2024 sudah berjalan dan dalam beberapa waktu kedepan akan ada kontestasi partai politik maupun aktor politik.
Sementara itu, Akademisi Universitas Flinders, Australia, sekaligus penulis buku Demokrasi di Indonesia: Dari Stagnansi ke Regresi, Thomas Power menjelaskan buku yang ditulis memang dirancang untuk menilai demokrasi di Indonesia serta menjawab pertanyaan apakah demokrasi di Indonesia mengalami krisis? dan secara tegas Thomas menjawab iya.
Baca juga : 230 Siswa SMA Adu Wawasan Tentang Indonesia di Unusa
Menurutnya ada beberapa faktor yang mendorong regresi demokrasi di Indonesia yakni kelemahan structural dalam proses konsolidasi demokrasi yang meliputi 3 hal diantaranya ketimpangan ekonomi yang ekstrem/ oligarki, maraknya KKN korupsi terlembaga dan kendali politik atas lembaga hukum dan keamanan.
"Faktor pendorong lain yang membuat regresi demokrasi adalah polarisasi dan politik identitas, penyebaran berita bohong, dukungan dan kepercayaan publik terhadap institusi demokrasi," katanya.
Di tempat yang sama, Direktur Eksekutif Kemitraan Partnership dan Bivitri Susanti, Akademisi Fakultas Hukum Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Jakarta, Laode M.Syarif menjelaskan kualitas partai politik sangat rentan akibat kekuatan ekonomi yang berkonsentrasi pada kelompok elit-elit tertentu yang menguasai ekonomi dan partai politik.
"Berdasarkan data Corruption Persepsion Index (CPI) tahun 2019 demokrasi di Indonesia mengalami penurunan di angka 38 karena kualitas penegakan hukum dan korupsi di sektor partai politik," imbuhnya.
Untuk diketahui, Anti-Corruption Summit-5 (ACS-5) merupakan kegiatan kolaboratif antara UM Surabaya yang bekerjasama dengan Kemitraan melalui program USAID INTEGRITAS, yang harapannya mampu membangkitkan kesadaran terkait demokrasi dan tantangannya. Bedah buku merupakan kolaborasi UM Surabaya dan KPK-RI dalam mewujudkan tata kelola perguruan tinggi yang baik dan antisipasi korupsi di sektor politik.
(ADI)