SURABAYA: Awan duka kembali menyelimuri Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Salah satu guru besar terbaiknya, Prof Dr. Jacob Elfinus Sahetapy., S.H., M.A. Guru Besar Emeritus Fakultas Hukum Universitas Airlangga itu tutup usia, Selasa, 21 September 2021.
"Kami keluarga besar FH Unair khususnya, sangat berduka karena kehilangan sosok guru seperti Prof. Sahetapy," ucap Dekan Fakultas Hukum Unair Iman Prihandono, mengutip siaran pers Unair, Selasa, 21 September 2021.
Sebagai Guru Besar Emeritus, banyak sumbangsih almarhum Prof Sahetapy yang telah diberikan untuk dunia akademik maupun kemajuan hukum di Indonesia.
Sahetapy tercatat menjadi dosen di FH UNAIR sejak 1959. Dalam perjalanannya, almarhum menempuh studi S2 Business and Industrial Relations, University of Utah, Salt Lake City, USA, tahun 1962. Kemudian, S3 Ilmu Hukum Unair pada 1978. Pada tahun yang sama dengan saat lulus studi doktoral, almarhum menjabat sebagai Dekan FH UNAIR periode 1979-1985.
Iman menuturkan, dari cerita rekan-rekan yang seangkatan dengan almarhum, sebagai dosen Prof Sahetapy adalah sosok yang sangat dekat dengan mahasiswa. "Beliau sosok yang tegas dan lugas," ucap Iman.
Iman menambahkan, semasa menjadi dosen Prof. Sahetapy mengajarkan integritas kepada mahasiswa untuk tidak melakukan hal-hal yang merendahkan profesi hukum, misalnya korupsi. "Beliau adalah sosok yang kritis sejak masa orde baru," terang Iman.
Teori Pembusukan Ikan
Iman teringat teori pembusukan ikan yang disampaikan Sahetapy di bangku kuliah, saat dirinya masih menjadi mahasiswa. "Waktu saya masih mahasiswa, beliau menyampaikan teori pembusukan ikan. Ikan itu busuknya dimulai dari kepala. Karena itu, memberantas korupsi juga harus dimulai dari ‘kepala’nya (atasan/pimpinannya, Red). Itu pesan beliau waktu dulu," ucap Iman.
Semasa hidup, Sahetapy pernah menduduki jabatan yang berpengaruh dalam dunia hukum di Indonesia. Misalnya, menjadi Ketua Komisi Hukum Nasional (KHN) periode 2000-2014, Ketua Forum Pengkajian HAM dan Demokrasi Indonesia pada 1999, Anggota BP MPR, Anggota Komisi II (Hukum dan Dalam Negeri) DPR, Anggota Panitia Ad Hoc I (Amendemen UUD 1945) MPR, Anggota Sub Komisi Bidang Hukum DPR, dan Anggota Badan Legislatif DPR.
Warisan terbesar yang pernah ditorehkan Prof Sahetapy adalah Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP). Prof Sahetapy pernah menjadi Ketua Perancang.
"RUU KUHP yang kita miliki saat ini itu hasil penyederhanaan beliau. Tadinya draf UU terdiri dari tiga bagian, Ketentuan Umum, Kejahatan, dan Pelanggaran. Oleh beliau disederhanakan menjadi dua bagian saja yaitu Ketentuan Umum dan Tindak Pidana, lebih sederhana, ringkas, dan mudah pembahasannya. Meskipun sampai sekarang belum bisa berhasil diundangkan," ucap Iman.
Sebagai informasi, upacara persemayaman almarhum dilakukan di Grand Heaven untuk selanjutnya dimakamkan di Surabaya.
(TOM)