Perkara Piutang, Rumah di Ponorogo Dieksekusi

Sejumlah perabotan rumah Sukardi dikeluarkan (Foto / Metro TV) Sejumlah perabotan rumah Sukardi dikeluarkan (Foto / Metro TV)

PONOROGO : Rumah lantai dua di Desa Polorejo Kecamatan Babadan Ponorogo dieksekusi Pengadilan Negeri (PN) Ponorogo. Sebab, rumah yang sebelumnya milik Sukardi itu, sudah dijual ke Toriman, warga Desa Karangsoko Kecamatan/Kabupaten Trenggalek. Jual beli rumah itu sudah dilakukan sejak tahun 2013. Namun, pembeli belum bisa menempati sehingga melakukan melakukan gugatan perdata di pengadilan.

“Eksekusi ini tindak lanjut gugatan pengosongan yang diajukan tahun 2019 lalu. Penetapan pengadilan negeri Ponorogo bahwa dimenangkan oleh penggugat, dalam hal ini klien kami atau Pak Toriman,” kata Ernawati, ketua tim kuasa hukum Penggugat atau Toriman, Selasa 12 Oktober 2021.

Erna juga mengungkapkan bahwa di tingkat pengadilan tinggi juga dimenangkan oleh kliennya. Disana juga dikuatkan gugatan pengosongan. Sebab, kliennya sebagai pembeli objek sengketa sejak tahun 2013 lalu. Tindak lanjut jual beli tanah pekarangan dan bangunan itu, dengan balik nama sertifikat. Namun, dalam kenyataannya, penggugat belum bisa menguasai objek yang dibelinya.

“Hingga sampai tahun 2021 ini masih belum diserahkan. Akhirnya mau gak mau ya dieksekusi,” ungkap pengacara senior di Ponorogo tersebut.

Baca Juga : Penangkapan Pelaku Curanmor di Tol Japanan Diwarnai Hujan Tembakan

Kliennya, kata Erna selama ini sudah berusaha supaya tergugat atau Sukardi melakukan penyerahan secara baik-baik. Upaya baik itu sudah mulai mediasi fan gugatan. Namun, nyatanya tidak berhasil. Nah ketika sudah ada putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Pihak pengadilan juga sudah melakukan aanmaning.

“Jadi upaya-upaya yang baik sudah dilakukan, tetapi tidak berhasil akhirnya ya dilakukan eksekusi,” pungkasnya.

Sementara itu, dari keterangan tergugat atau Sukardi, permasalahan antara dirinya dan Toriman adalah tentang utang piutang. Dia bercerita bahwa waktu itu, Toriman menutup utang dirinya sebanyak Rp 160 juta ke salah satu bank swasta. “Usai menutup utang saya di bank itu, Pak Toriman membawa sertifikat tanah ke Trenggalek,” ungkap Sukardi sambil terbata-bata karena perabotnya mulai dikeluarkan oleh juru sita.

Dia sempat membayar angsuran utangnya itu sebanyak tiga kali. Yakni dengan nominal Rp 2,7 juta sebanyak 2 kali dan terakhir nominal Rp 8 juta. Setelah itu, dirinya dan sang istri disuruh ke kantor notaris di Trenggalek. “Di notaris ditanya-tanya, saat ditanya untuk apa, ya saya jawab untuk tanggungan utang piutang senilai Rp 160 juta,” katanya, dimana belakangan diketahui kalau Sukardi ke notaris itu untuk membuat akta jual beli.

Sukardi mengaku saat berada di notaris itu, pihaknya meminta salinan bahwa dirinya mempunyai utang sebanyak Rp 160 juta, namun tidak dikasih. Di sana juga tidak dibacakan perihal dirinya berada di notaris itu. “Di sana cuma ada istri dan saya dan pihak notaris, sedangkan Pak Toriman juga tidak ada,” ungkapnya.

Belakangan dirinya dilaporkan Pak Toriman ke polisi, bahwa menempati rumah yang tidak izin kepada pemiliknya. Dirinya juga sempat dihukum 5 bulan di penjara. Sukardi memang belum melunasi utangnya yang senilai Rp 160 juta itu. Tentu dengan jaminan sertifikat tanah rumahnya. Padahal rumahnya itu jika dijual bisa laku dikisaran harga Rp 75 juta.

“Ini malah diambil semua. Saya sudah laporkan ke Polres. Saya minta keadilan,” pungkasnya.


(ADI)

Berita Terkait