SURABAYA : Sebelas pondok pesantren di Jatim didampingi OPOP Training Center (OTC) Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) dalam upaya menyiapkan produk yang dihasilkan untuk bisa menembus pasar ekspor. Kegiatan ini dilatarbelakangi banyaknya potensi produk pesantren yang bisa menembus pasar ekspor namun masih terkendala aturan dan belum optimalnya cara promosi dan pengemasan sesuai standar.
Ketua OTC Unusa, Denis Ferdita Karya mengatakan kegiatan ini merupakan realisasi dari amanah Gubernur Jatim melalui SK No. 188/27/KPTS/013/2020 Tentang Penunjukan Unusa sebagai Pengelola OPOP Training Center dan Peraturan Gubernur No. 62 Tahun 2020 Tentang One Pesantren One Product yang menunjuk Unusa sebagai bagian dari kegiatan pusat training OPOP.
"Terdapat banyak potensi yang dimiliki pesantren di tiap daerah di Jawa Timur yang belum dioptimalkan, program OPOP memberdayakan pesantren-pesantren untuk menggali potensi yang dimiliki dan menghasilkan produk produk unggulannya agar memiliki daya saing di industri," katanya.
Denis menjelaskan pondok pesantren siap mengambil peran dalam mewujudkan ekosistem global halal sebagai gerakan nasional sinergitas menuju Indonesia Pusat Produsen Halal Dunia 2024. Banyaknya pesantren yang produknya merambah pasar ekspor membuat adanya kebutuhan sekaligus peluang bagi pesantren-pesantren binaan OPOP Jatim melalui OTC untuk mendapatkan dukungan.
baca juga : Pameran Pendidikan Dispendik Gresik Diikuti Ribuan Siswa
"Salah satunya melalui coaching clinic yang diberikan oleh OTC UNUSA sebagai mitra OPOP Jatim dalam pembinaan entrepreneurship pesantren di Jawa Timur," katanya.
Pada tahap awal, kata Denis, OTC akan membekali pondok pesantren yang memiliki produk layak ekspor lewat pendampingan teknis, mencarikan pasar ekspor sekaligus menajagi realisasi ekspor. OTS akan terus mendampingi hingga produk dari pondok dapat dieskpor dan terima di pasar, katanya.
Sementara dalam kegiatan workshop, Mohammad Rijal Iskandar yang menjadi salah satu pembicara mengatakan, pentingnya branding yang harus dilakukan pondok pesantren untuk memasarkan produknya. Merek menjadi salah satu branding yang tepat agar produk tersebut memiliki identitas.
"Pentingnya merek sebagai tanda pengenal sebagai salah satu ciri khas dari produk dan jaminan mutu produk tersebut," ungkapnya.
Dosen Manajemen Unusa ini menjelaskan jika sudah melekatkan merek produk tersebut, produsen harus mempersiapkan bagaimana cara mengkomunikasikan produk mereka ke konsumen. "Ini bisa dilakukan melalui iklan di radio, televisi bahkan media sosial untuk memasarkan produk mereka. Selain itu juga harus aktif untuk ikut pameran," terang Rijal.
Rijal mengingatkan semua produk harus memiliki pendekatan pasar hingga keunikan produknya. "Karena dengan pendekatan pasar membuat produk tersebut lebih digemari pasar yang akan kita tuju," ungkapnya.
Rijal juga menjelaskan ada dua yang harus memiliki dua pendekatan antara lain informasional dan transformasional. "Dimana Informasional itu melekat pada manfaat produk sedangkan transformasional lebih ke image produk tersebut," ucapnya.
Sedangkan, Wakil Ketua GPEI gabungan pengusaha ekspor Jatim Drs. Muhaimin menjelaskan potensi industrial lokal yang dimiliki Indonesia memiliki potensi yang besar untuk ekspor. "Namun harus di bangun bertahap dari awal. Saya sendiri membangun ini selama dua tahun pertama banyak titip bayar ke produser drama korea untuk bisa menaruh produknya disitu," terangnya.
Muhaimin memiliki beberapa cara untuk mendapatkan pembeli untuk ekspor pertama Komunikasi melalui para TKI di luar negeri. "Follow up harus rajin dan bahkan jika perlu harus kunjungan ke luar negeri," ungkapnya.
Kedua, harus aktif ikuti expo atau pameran. Ketiga pahami bimbingan dari departemen terkait untuk penjualan di luar negeri serta perizinannya. Kelima pahami dan kuasai produk dengan menyeluruh bahkan marketnya juga. Terakhir ikut Indonesia trade promotion centre.
"Dengan langkah itu kita bisa mengekspor barang atau produk kita dijual ke luar negeri," pungkasnya.
(ADI)