Bukan Sopir Cadangan, Ade Firmansyah Ternyata Hanya Kenek

Kondisi bus yang hancur setelah menabrak tiang  VMS (Variable Message Sign)  (Foto/ Metro TV) Kondisi bus yang hancur setelah menabrak tiang VMS (Variable Message Sign) (Foto/ Metro TV)

MOJOKERTO : Hasil penyelidikan kasus kecelakaan bus di Jalan Tol Surabaya-Mojokerto (Sumo) KM 712+200/A terus mengungkap fakta baru. Ternyata Ade Firmansyah bukanlah sopir cadangan melainkan hanya kenek bus. Dia mengemudikan bus maut itu atas inisiatifnya sendiri.

“Dia ini kenek. Pada saat bus itu berhenti istirahat, kewajiban kenek itu jaga bus, dia nggak boleh ikut tidur. Pengemudinya kan tidur. Kenek itu menjaga bus,” kata Ketua Sub Komite Lalu-lintas Angkutan Jalan (LLAJ) Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Ahmad Wildan, Rabu 18 Mei 2022.

Wildan mengatakan pengemudi bisa tidur di bagasi tapi harus ada yang jaga bisa dan barang-barang milik penumpang. Ini merupakan tugas kenek. Saat berhenti terakhir di Rest Area Ngawi, pengemudi tidur di bagasi belakang dan penumpang meminta untuk berangkat karena rasa pertemanan, kenek berinisiatif membawa bus.

“Sebenarnya hanya kerena rasa pertemanan saja. Pelaku melihat sopir itu lagi tidur. Kasian kan subuh, penumpangnya udah ayo berangkat, berangkat. Mau membangunkan temannya (sopir) nggak enak. Nah waktu saya tanya, Siapa yang memerintahkan Anda itu?, dia menjawab enggak ada sih cuma rasa persahabatan aja. Inisiatif sendiri bawa,” jelasnya.

Baca juga : Periksa 6 Saksi Kecelakaan Maut di Tol Sumo, Begini Hasilnya

Wildan menjelaskan, hasil temuan KNKT yakni faktor yang sangat penting menjadi kata kunci adalah waktu kegiatan. Sabtu 14 Mei 2022 malam berangkat dari Surabaya menuju Dieng, Wonosobo dan Jogjakarta sampai Minggu 15 Mei 2022 malam. Senin 16 Mei 2022 pagi sudah di Ngawi, kenek selama di kendaraan dia duduk di posisi yang kecil.

“Kalau pun dia tidur, tidur-tidur ayam ya. Tidak tidur lelap. Rentang waktu itu sangat cukup untuk membuat orang lelah. Dia, pembantu pengemudinya berinisiatif sendiri. Sudah naik semua, mesin nggak dimatikan panas, dihidupin aja. Ya udah jalan, inisiatif sendiri. Di situ itu kunci masuk kita akan membuat, mendesain regulasi dan pengawasannya agar hal ini nggak terulang kembali,” katanya.

Menurutnya, ada faktor yang berkontribusi. Dalam suatu kecelakaan, jika faktor tersebut diambil kecelakaan kerja tidak akan terjadi. Dalam kegiatan wisata para korban ke Dieng, Wonosobo-Jogjakarta tersebut dilakukan dalam rentang waktu di luar ambang batas manusia. Jika dipotong dengan istirahat, maka kecelakaan tidak terjadi.

“Artinya orang itu tidak ngantuk (kenek). Kalau kita lihat dari Undang-undang Ketenagakerjaan, Undang-undang LLAJ maksimal 12 jam tapi diregulasi diatur cuma 8 jam. 4 jam 4 jam, bus tidak boleh dibawa lagi. Aturannya kan begitu. Ini lebih dari 12 jam itu, udah lebih dari 24 jam malah. Edan,” tegasnya


(ADI)

Berita Terkait