Mas Bechi Minta Sidang Lanjutan Digelar Tatap Muka, Korban Pemerkosaan Menolak

sidang perdana kasus pencabulan dengan terdakwa Moch Subkhi Azal Tsani (MSAT)/metrotv sidang perdana kasus pencabulan dengan terdakwa Moch Subkhi Azal Tsani (MSAT)/metrotv

SURABAYA: Pendamping korban dari Women Crisis Center (WCC), Anna Abdillah, berharap sidang lanjutan dengan terdakwa M Subchi Azal Tsani (MSAT) atau Bechi tetap digelar online. Permintaan ini lantaran korban masih trauma jika bertemu Bechi.

"Persidangan offline harus memperhatikan dua hal utama, yakni masalah keamanan dan psikologis korban," kata Anna, dikonfirmasi, Selasa, 19 Juli 2022.

Oleh karena itu, kata Anna, majelis hakim harus mempertimbangkan betul soal psikologis korban pencabulan. Mengingat, kelima korban hingga saat ini masih trama.

"Kalau dua-duanya (korban dan terdakwa) datang di pengadilan, mungkin pada sisi keamanan dan psikoligi korban yang harus dipertimbangkan," ujarnya.

Pertemuan korban dan terdakwa itu, lanjut Anna, dikhawatirkan menimbulkan rasa trauma dari kelima korban. Mengingat korban telah dicabuli lebih dari sekali.

"Kalau online, terdakwa ya tidak masalah, tapi kalau sidang offline dan korban dihadirkan tentu ada sisi traumatis, dan itu sudah pasti," ujar dia.

Sebelumnya, Kuasa Hukum Mas Bechi, I Gede Pasek Suardika, ngotot agar sidang kliennya digelar terbuka. Tujuannya untuk mengungkap fakta hukum yang menimpa Mas Bechi.

Pada sidang perdana, Mas Bechi masih mengikuti secara sidang secara online dari Lapas Kelas 1 Medaeng Surabaya. Pasek mengaku tengah mengoordinasikan untuk sidang lanjutan digelar secara offline. Sidang kedua dijadwalkan digelar pada Senin, 25 Juli.

Pengacara Bechi Minta Sidang Tatap Muka

Sebelumnya, sidang perdana kasus pencabulan dengan terdakwa Moch Subkhi Azal Tsani (MSAT) diwarnai protes oleh ketua tim penasihat hukumnya, I Gede Pasek Suardika. MSAT sebelumnya didakwa pasal pemerkosaan dan pencabulan.

Pasek yang merupakan eks politikus Partai Demokrat akan mengajukan nota keberatan (eksepsi) terhadap dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Menurutnya, dakwaan yang dibacakan Kajati Jatim Mia Amiati, sumir.

"Kami (juga) sesalkan kenapa harus (sidang) online? Hari gini untuk apa sidang dipindahkan dari Jombang ke Surabaya. Kalau online tetap saja di Jombang. Kalau (sidang) di Surabaya (MSAT) hadirkan dong biar kita kan sama-sama cari keadilan, apakah peristiwa yang didakwakan itu fakta atau fiktif. Kan bisa diuji," kata Pasek, usai sidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin, 18 Juli 2022.

Pasek keberatan atas dakwaan terhadap kliennya. Sebab berita di media disebutkan ada belasan orang santriwati yang menjadi korban, tetapi faktanya hanya 1 orang dan usianya 20 tahun waktu kejadian.

"Dan hari ini sudah 25 tahun usia korban. Jadi kaget juga bahwa apa yg disampaikan di media dan dalam dakwaan beda sekali," ujar dia.

Di dalam persidangan, terang Pasek, terjadi perdebatan panjang terkait dua hal. Pertama soal sidang online tapi tanpa pemberitahuan kepada pihak pengacara.

"Kami berharap terdakwa, saksi semua dihadirkan. Kita saja berkerumun begini tidak apa-apa, kenapa mencari keadilan tidak berani. Jadi akhirnya majelis hakim menengahi masing-masing mengajukan surat dengan argumentasinya, saya sidang di Jakarta hadir itu tidak ada masalah, memang beda," katanya.

 


(TOM)

Berita Terkait