Wali Murid Protes, SMAN 1 Puri Mojokerto Lakukan Pungutan Rp2,9 Juta

Sejumlah wali murid SMA Negeri 1 Puri protes lantaran pungutan yang dilakukan sekolah dinilai terlalu tinggi (Foto / Metro TV) Sejumlah wali murid SMA Negeri 1 Puri protes lantaran pungutan yang dilakukan sekolah dinilai terlalu tinggi (Foto / Metro TV)
MOJOKERTO : Pungutan Rp2,9 juta bagi siswa baru dan siswa yang naik kelas di SMA Negeri 1 Puri menuai protes wali murid. Mereka mengaku keberatan dan tidak sanggup memenuhi iuran tersebut. Protes wali murid ini disampaikan langsung dengan mendatangi sekolah, Senin 5 Juli 2021. Sekira pukul 09.00 WIB, mereka mendatangi pihak sekolah untuk mempertanyakan pungutan tersebut.

Salah seorang wali murid berinisial N mengatakan, dia bersama wali murid lain memprotes dikeluarkannya kebijakan pungutan sebesar Rp2,9 dari pihak sekolah. Pungutan itu diperuntukkan bagi siswa baru maupun siswa yang akan naik kelas.

"Kami minta ini (keputusan) dikaji ulang intinya, apa lagi berdasarkan keterangan dari wali kelas ini akan diberlakukan setiap tahun," kata N saat ditemui bersama wali murid lain di SMA Negeri 1 Puri.

Protes itu dilontarkan lantaran besaran nominal pungutan yang ditetapkan cukup besar dan memberatkan. Dalam surat edaran yang dikeluarkan oleh pihak sekolah setiap siswa diminta membayar uang regriatasi sebasar Rp1.127.000 bagi siswa baru.

BACA JUGA : Penyekatan di Jatim Dilakukan di 72 Titik, Ini Daftarnya

Sedangkan Rp945.000 bagi siswa kelas XI dan Rp970.000 bagi siswa kelas XII. Bukan hanya itu, dalam surat edaran tersebut juga meminta para siswa SMA Negeri 1 Puri mengeluarkan biaya Dana Partisipasi Masyarakat (DPM) sebesar Rp1,8 juta. Padahal saat ini dalam dikondisi pandemi covid-19.

"Total hampir Rp3 juta. Kalau kita siswa baru wajar. Tapi ini naik kelas saja kembali dibebani lagi, apa lagi ini kondisi pandemi," ujar N menyesali keputusan pihak Komite Sekolah pelat merah itu.

Kebijakan terkait pungutan yang dikeluarkan sekolah SMA Negeri 1 Puri itu memang tidak wajib. Sekolah memang memberikan keringanan kepada wali murid untuk tidak membayar penuh, tapi dengan syarat. Yakni wali murid yang keberatan harus menunjukkan kartu miskin. Akan tetapi, bagi N dan wali murid lainnya itu hanya kamuflase belaka.

Padahal, SMA Negeri 1 Puri merupakan sekolah pelat merah yang juga mendapatkan asupan anggaran dari pemerintah, sehingga, pungutan sebesar itu seyogyanya tidak terjadi. Jika dibandingkan dengan sekolah lain yang berada di Kabupaten Mojokerto maupun Kota Mojokerto, besaran pungutan yang ditetapkan di sekolah ini, kata N jauh lebih besar.

Sebab pada umumnya sekolah tidak menarik biaya regriatasi maupun adanya Dana Partisi Masyarakat (DPM). "Kan sudah ada SPP. Di sini juga SPP paling tinggi nominalnya dibandingkan dengan sekolah lain," katanya.

Tak hanya itu, meski mendapat keringanan dengan syarat, namun setiap siswa diwajibkan untuk melunasi biaya regriatasi sebelum tanggal 9 Juni. Sedangkan untuk pungutan DPM bisa di cicil. Karena dirasa memberatkan, sejauh ini ada ratusan wali murid yang mengajukan keberatan dan meminta pihak sekolah mengkaji ulang.

"Kalau memang aspirasi ini tidak dipenuhi, maka kita akan sampaikan ke ombudsman hingga ke jalur class action yakni melakukan gugatan ke pengadilan. Karena kita keberatan, kita meminta agar pihak sekolah mengkaji ulang atau dihilangkan," kata N.

Plt Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Puri Herni Sudar Peristiwanti mengatakan, kebijakan pungutan sebesar Rp2,9 juta itu dikeluarkan sesuai dengan tahapan-tahapan yang ditetapkan. Menurutnya, kebijakan tersebut juga sudah mendapat persetujuan dari Komite Sekolah.

"Jadi kami tidak memaksa kok. Kami tau kondisi saat ini dan program ini pun tergantung masukan," kata Herni.

Herni mengungkapkan, biaya tambahan yang dibebankan ke wali murid ini, lantaran SMA Negri 1 Puri mempunyai banyak program yang tidak semua tercover dari anggaran pemerintah. Karena iru perlu adanya dana sering atau DMP.

"Sekolah punya banyak program. Kita susun tim lalu kita ajukan ke komite, komite menyetujui. Itu pun tidak langsung disepakati melainkan kita musyawarah dulu melalui zoom meting dua sesi bersama wali murid," katanya.

Setelah disepakati, pihak sekolah juga memberikan kesempatan bagi wali murid yang keberatan. Hasilnya ada ratusan wali murid yang mengajukan keberatan. Bahkan ada di antaranya yang enggan membayar pungutan sama sekali. "Mereka yang keberatan kita minta untuk menulis di surat perjanjian mampunya berapa," katanya.

Meski banyak yang mengajukan adanya keberatan terkait dengan kebijakan pungutan tersebut, namun lanjut Herni, pihak sekolah tetap akan menerapkan kebijakan tersebut. Karena menurutnya, kebijakan itu dikeluarkan sudah sesuai dengan ketentuan yang ada.

"Kami sudah melalui tahapan-tahapan. Kami tidak memaksa dan sadar kondisi masyarakat. Meski anak anak belajar daring tapi kita juga butuh alat untuk menunjang hal itu," katanya.

 


(ADI)

Berita Terkait