Eksekusi ini sesuai dengan putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 349 K/PID/2016 Tanggal 27 April 2016. Heppy dieksekusi di area perkebunan porang di Dusun/Desa Sambilawang, Kecamatan Dilanggu, Kabupaten Mojokerto.
Eksekusi terpidana penipuan dikawal langsung oleh Kasipidum Kejari Kabupaten Malang, Sobrani Binzar, Kasi Intelijen Kejari Kabupaten Malang, Ardian Wahyu Eko Hastomo, Kasubsi Eksekusi dan Eksaminasi Pidum Kejari Kabupaten Malang, Anjar Rudi Admoko, Kasubsi Sospol Intelijen Kejari Kabupaten Malang, M Agung Wibowo serta sejumlah anggota dari Polres Malang.
“Setelah eksekusi, dilakukan pemeriksaan kesehatan dan tes swab antigen terhadap terpidana. Selanjutnya terpidana dimasukkan ke dalam Lembaga Permasyarakatan Kelas I Lowokwaru,” ungkap Kasipidum Kejari Kabupaten Malang, Sobrani Binzar.
Sobrani menjelaskan kronologis kejadian penipuan hingga Heppy ditetapkan sebagai terpidana. Peristiwa ini bermula pada 16 April 2012. Terpidana datang ke rumah salah satu saksi, Gunawan di Desa Poncokusumo untuk bertemu dengan saksi Ahmad Kamil, dan istri saksi, Noor Saidah, bersama-sama dengan saksi Ahmad Yazid.
"Saat itu terpidana mengaku sebagai pemilik dan menawarkan obyek tanah seluas luas 24,8 hektar yang terletak di Pandansari Poncokusumo seharga Rp 3.725.000.000,” tegasnya.
Setelah itu, Heppy menjanjikan untuk mengurus biaya pendaftaran tanah, biaya balik nama hingga terbit Sertifikat Hak Milik atau SHM atas nama pihak pembeli. Heppy menjanjikan sertifikat tanah tersebut akan diserahkan pada bulan November 2012.
“Selanjutnya terjadi transaksi antara terpidana dan Ahmad Kamil serta Noor Saidah. Uang muka dari harga tanah tersebut sebesar Rp 400 juta pada tanggal 16 April 2012. Kemudian pada 30 Mei 2013 ditransfer sejumlah Rp 1,5 miliar. Pembayaran terakhir pada 11 Juni 2012 ditransfer sejumlah Rp 1.825.000.000. Jadi total seluruhnya sejumlah Rp 3.725.000.000,” ungkap Sobrani.
Usai melewati serangkaian transaksi tersebut, ternyata Heppy mengingkari janjinya. SHM yang dijanjikan Heppy tidak pernah diserahkan, baik kepada Ahmad Kamil maupun Noor Saidah.
“Pada 28 Maret 2013 terpidana membatalkan jual beli tersebut dan tidak mengembalikan uang milik Ahmad Kamil dan Noor Saidah,” terang Banie.
(ADI)