SURABAYA : Twitter harus membayar denda sebesar 150 juta dolar AS atau setara Rp2,1 triliun. Hal tersebut merupakan hukuman yang dijatuhkan Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS) dan Komisi Perdagangan Federal (FTC) setelah perusahaan terbukti menggunakan data pengguna secara ilegal untuk menjual iklan bertarget.
Mengutip BBC, menurut dokumen pengadilan, Twitter disebut melanggar perjanjian yang dimilikinya dengan regulator. Twitter telah berjanji untuk tidak memberikan informasi pribadi seperti nomor telepon dan alamat email kepada pengiklan. Penyelidik federal mengatakan perusahaan media sosial itu melanggar aturan itu.
Sebelumnya, Twitter didenda 400.000 poundsterling pada Desember 2020 karena melanggar aturan privasi data GDPR Eropa. Seperti diketahui, Twitter menghasilkan sebagian besar pendapatannya dari iklan di platformnya, yang memungkinkan pengguna mulai dari konsumen hingga selebriti hingga perusahaan untuk memposting pesan 280 karakter, atau tweet.
Menurut pengaduan yang diajukan oleh Departemen Kehakiman atas nama FTC, Twitter pada tahun 2013 mulai meminta pengguna untuk memberikan nomor telepon atau alamat email untuk meningkatkan keamanan akun.
Baca juga : WhatsApp Akhiri Dukungan Perangkat iOS 10 dan 11
"Seperti yang dicatat dalam pengaduan, Twitter memperoleh data dari pengguna dengan dalih memanfaatkannya untuk tujuan keamanan, tetapi akhirnya juga menggunakan data tersebut untuk menargetkan pengguna dengan iklan. Praktik ini memengaruhi lebih dari 140 juta pengguna Twitter, sekaligus meningkatkan sumber pendapatan utama Twitter," ujar pimpinan FTC, Lina Khan dikutip, Minggu 29 Mei 2022.
Untuk mengautentikasi akun, Twitter mengharuskan pengguna untuk memberikan nomor telepon dan alamat email. Informasi itu juga membantu orang mengatur ulang kata sandi mereka dan membuka kunci akun mereka jika diperlukan, serta untuk mengaktifkan otentikasi dua faktor.
Namun, menurut FTC, setidaknya hingga September 2019, Twitter juga menggunakan informasi itu untuk meningkatkan bisnis periklanannya.
"Hukuman 150 juta dolar AS mencerminkan keseriusan tuduhan terhadap Twitter, dan langkah-langkah kepatuhan baru yang substansial yang akan diberlakukan sebagai hasil dari penyelesaian yang diusulkan akan membantu mencegah taktik menyesatkan lebih lanjut yang mengancam privasi pengguna," ucap Wakil Jaksa Agung AS, Vanita Gupta.
(ADI)