SURABAYA: Usia bukan jadi penghalang menuntut ilmu. Terbukti, Ir Wahju Herijanto MT menobatkan diri sebagai wisudawan tertua di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Hebatnya, lulus dengan nilai IPK sempurna!
Menginjak usianya yang ke-58 , Wahju menjadi wisudawan tertua di wisuda ITS ke-123. Ia juga meraih Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) sempurna dengan menuntaskan program studi doktoral (S3) di Departemen Teknik Sipil ITS.
Motivasi untuk melanjutkan studi S3 berawal dari profesinya sebagai seorang dosen. Tepat pada 2013, ketika usianya telah mencapai 50 tahun, Wahju merasa, pendidikan yang lebih tinggi akan sangat berguna untuk meningkatkan kemampuan akademiknya.
Meski berat di awal, lambat laun Wahju mulai merasa bahwa menuntut ilmu bukan hanya sekadar tuntutan. Ia yakin bahwa di setiap ilmu, selalu terdapat manfaat. "Tidak ada ilmu yang tidak bermanfaat, dan saya mulai menikmati prosesnya," ungkap Wahju, mengutip siaran pers ITS, Sabtu, 17 April 2021.
Wisudawan yang berhasil memperoleh IPK 4.00 ini menuturkan, selama proses panjang itu, dibutuhkan usaha yang besar untuk mendapat hasil maksimal. Setiap ada tugas dan ujian yang, Wahju selalu menyelesaikannya dengan sungguh-sungguh. Selain itu, publikasi jurnal terindeks scopus Q2 yang berhasil ditelurkannya juga menjadi salah satu faktor pendukung sempurnanya IPK yang diraihnya.
Meski penuh optimisme, ayah dua orang anak tersebut mengakui bahwa menempuh pendidikan di usia senja bukan perkara mudah. Sebab, ia harus pintar-pintar membagi waktu antara kewajibannya sebagai mahasiswa dengan tugasnya dalam pekerjaan. Tidak jarang ia merasa kewalahan dan lelah dalam mengerjakan keduanya.
"Saat merasa lelah, saya biasanya tidur untuk istirahat sejenak," ujarnya.
Hal serupa juga dirasakannya dalam pengerjaan disertasi yang diangkatnya. Dalam prosesnya, mahasiswa kelahiran Juni 1962 ini dibimbing oleh dua dosen di perguruan tinggi yang berbeda, yakni di ITS dan Universitas Brawijaya (UB).
Lokasi yang saling berjauhan ini menjadi tantangan tersendiri bagi Wahju. Bagaimana tidak, untuk melakukan bimbingan, jarak dan waktu menjadi rintangan yang harus dilkalahkannya. "Menemukan waktu yang tepat untuk melakukan bimbingan adalah kesulitan tersendiri bagi saya," ucapnya.
Beruntung, pria yang juga berprofesi sebagai dosen di Departemen Teknik Sipil ITS tersebut tidak sendirian. Dukungan dari orang-orang terkasih selalu memicu semangatnya untuk terus berjuang. Istri, anak, hingga cucu menjadi alasan Wahju untuk pantang menyerah.
"Selain itu, rekan-rekan juga selalu memberi semangat agar saya segera menyelesaikan pendidikan ini," tegasnya.
Sukses menuntaskan kewajibannya, kakek dari satu orang cucu ini berpesan kepada para mahasiswa seusianya maupun yang lebih muda untuk tetap semangat, tidak mudah putus asa, dan tidak mengulur pekerjaan. Hal ini bertujuan agar para mahasiswa tersebut dapat lulus tepat waktu dan memperoleh gelar cumlaude.
Wahju juga mengatakan bahwa disamping kewajiban akademik, kesehatan menjadi faktor yang jauh lebih penting. Apabila keduanya tidak dapat berjalan beriringan, kesehatanlah yang harus diutamakan. Hal ini seperti pengalaman yang dikisahkan Wahju yang harus terlambat lulus program sarjana (S1) dikarenakan sakit dan harus mengambil cuti.
"Sibuk boleh, tapi jangan lupa untuk selalu menjaga kesehatan," tuturnya.
Seusai delapan tahun menempuh pendidikan, Wahju berharap disertasinya yang berjudul Pengembangan Model Distribusi Perjalanan dengan Pembobotan Geografi dan Spasial menggunakan Informasi Citra di Surabaya dapat segera diwujudkan. Dengan pemanfaatan aplikasi yang mudah dan murah seperti Google Earth dan Microsoft Excel, ia berharap penemuannya tersebut dapat mempermudah pengguna.
(TOM)