Seperti yang dirasakan Dini, Warga Desa Suratmajan Kecamatan Maospati. Dengan naiknya harga kedelai import yang tadinya seharga Rp6.500 perkilogram menjadi Rp9.200 perkilogramnya sangat memberatkan usaha tahu yang digelutinya sejak 10 tahun yang lalu.
"Untuk bisa bertahan, saya terpaksa memperkecil ukuran tahu dari biasanya," ungkapnya.
Menurut Dini, ia tidak berani menaikan harga karena khawatir pembeli semakin berkurang. Dalam setiap hari Dini mengahabiskan 2 kwintal kedelai untuk memproduksi tahu, yang memperkerjakan 3 hingga 4 pegawainya.
"Kami berharap kepada pemerintah pusat untuk segera menstabilkan harga kedelai," terangnya.
Tak hanya produsen tahu, kekhawatiran juga ini juga dirasakan oleh pengusaha kripik tempe. Supriyanto salah satunya. Pembuata keripik tempe di Desa Sanggrahan, Boyolangu, Tulungagung ini mencoba bertahan di tengah melonjaknya harga kedelai.
"Kami memilih tetap bertahan dan tidak menaikkan harga jualnya. Sebab, kami khawatir akan ditinggal oleh pelanggan, jika harga keripik tempe ikut naik," terangnya.
(ADI)