Pandangan Islam Terkait Fenomena Menumpuk Jenazah 1 Liang Lahat

Jenazah korban kecelakaan Tol Sumo tiba di masjid untuk disholatkan (Foto / Metro TV) Jenazah korban kecelakaan Tol Sumo tiba di masjid untuk disholatkan (Foto / Metro TV)

SURABAYA : Fenomena menumpuk jenazah atau menguburkan lebih dari satu jenazah dalam satu liang kerap dijumpai ketika terjadi peristiwa luar biasa seperti kecelakaan maupun bencana alam yang memakan banyak korban jiwa. Lalu bagaimana Islam menyikapi itu, boleh atau tidak?.

Menurut qaul yang mu’tamad (pendapat yang bisa digunakan pegangan), mengubur dua mayat atau lebih dalam satu liang kubur adalah haram. Meskipun keberadaan mayit tersebut sejenis atau pasangan suami istri atau masih kecil atau bersaudara. Kecuali apabila mayit yang pertama diperkirakan oleh orang yang ahli telah hancur dan tidak ada yang tersisa dari bagian tubuh mayit yang pertama.

Sebagian Ulama yang lain berpendapat, jika antara mayit yang pertama dan mayit yang kedua sama-sama berwasiat untuk dikubur dalam satu kuburan, maka hukumnya boleh. Namun pendapat ini ditentang oleh Imam Al-Sibramalisi, karena dianggap berwasiat dengan perkara yang diharamkan, sehingga tidak boleh dilaksanakan. Pendapat ahli fiqih di atas dalam kondisi normal atau tidak dalam kondisi darurat.

Baca juga : 7 Jenazah Tragedi Tol Sumo Dimakamkan Satu Liang Lahat

Hukum Menumpuk Jenazah dalam Satu Liang

Dikutip dari laman syariah.iainkediri.ac.id, apabila dalam kondisi darurat, maka hukum menumpuk jenazah atau mengubur banyak jenazah dalam satu liang adalah boleh, seperti terlalu banyaknya orang yang meninggal hingga sulit untuk mengubur satu mayat dalam satu kuburan.

Imam Al-Nawawi dalam Kitab Majmu’ Syarh kitab Al-Muhadzdzab menegaskan, bahwa larangan mengubur lebih dari satu mayat dalam satu kuburan tersebut karena Rasulullah SAW tidak pernah mengubur lebih dari satu mayat dalam satu kuburan kecuali dalam kondisi darurat, seperti yang pernah dilakukan ketika mengubur para sahabat yang meninggal dalam Perang Uhud.

Hal itu sesuai dengan hadits, misalnya riwayat al-Nasai sebagaimana pada bab ma yustahabb min i’maq al-qabr dari Hisyam ibn ‘Amir, ia mengatakan : “Kami mengadu kepada Rasulullah saw. pada hari perang uhud, “wahai Rasulullah, berat bagi kami untuk menguburkan setiap orang dalam satu lubang”.

Maka Rasulullah saw. bersabda : “Galilah lubang, buatlah lebih dalam dan bersikaplah dengan baik terhadap para jenazah, kuburkan dua atau tiga orang dalam satu lubang”. Para sahabat lalu bertanya lagi, “siapakah yang kita taruh di depan, wahai Rasulullah?”, beliau menjawab: “taruhlah di depan orang yang paling banyak qur’annya”. Hisyam ibn ‘Amir berkata, “dan ayahku adalah orang ketiga dalam satu kubur”.

Selain ketentuan hukum itu, terdapat adab, di antara satu mayat dan mayat yang lain diberi pembatas dari tanah. Ayah didahulukan dari pada anaknya, meskipun anaknya lebih mulia, karena derajat ayah yang terhormat. Begitu juga jasad ibu lebih didahulukan dari pada jasad anak perempuannya.

Tidak boleh mengumpulkan jasad mayat laki-laki dan perempuan dalam satu lubang kubur, kecuali benar-benar dalam keadaan darurat. Di antara kedua jasad itupun harus diberi pembatas dari tanah. Jasad seorang laki-laki harus diletakkan di depan jasad orang perempuan, meskipun dia adalah anaknya.

 


(ADI)

Berita Terkait