Alhamdulillah, Pesanan Bedug Meningkat di Bulan Ramadan

Proses pembuatan bedug yang akan dikirim ke sejumlah daerah di Jatim hingga luar jawa (Foto / Istimewa) Proses pembuatan bedug yang akan dikirim ke sejumlah daerah di Jatim hingga luar jawa (Foto / Istimewa)

MOJOKERTO : Bulan Ramadan penuh berkah. Keberkahan itu dirasakan Budi Nurcahyo, pengrajin bedug asal Desa Kedungsari, Kecamatan Kemlagi, Kabupaten Mojokerto. Jumlah pesanan di bulan puasa ini meningkat tiga kali lipat.

Pesanan datang dari berbagai daerah, seperti Sidoarjo, Surabaya, Lamongan dan Gresik. Sementara luar pulau seperti Maluku Utara dan Papua.

Dengan kulit sapi pilihan dan ukuran khas Mojokerto, bedug buatan pengrajin yang memulai usahanya sejak tahun 2009 lalu ini cukup diminati. Bahkan, pesanan bedug yang paling banyak dipesan adalah ukuran sedang yakni diameter 80 cm dan besar 1,5 meter.

"Untuk harga tergantung bentuk ukuran, namun yang banyak dipesan mulai harga Rp20 juta sama Rp30 juta," kata Nurcahyo.

Untuk tahapan pembuatan bedug, kerangka dipasang kayu supaya jadi bedug dan dikeringkan dengan cara dioven. Kemudian dipasang kulit dan finishing dengan memberikan ukiran khas Mojokerto.

"Bahannya saya pakai kayu jati dan kulit sapi betina," ujarnya.

Menurutnya, kulit dari sapi betina memiliki serat lebih kuat dan awet sehingga bedug akan tahan lama. Kulit sapi betina ia peroleh dari pemasok kulit sapi di Jombang. Untuk menyelesaikan satu beduk, ia membutuhkan waktu antara dua pekan hingga satu bulan.

“Tergantung ukuran, semakin kecil ukurannya maka semakin cepat waktu penyelesaian. Untuk ukuran kecil, diameternya 40 cm. Tapi untuk waktu pengeringan satu kayu bahan baku bedug lebih lama dari waktu pembuatan, 5 sampai 8 bulan agar kayu benar-benar kering dan mampu mengeluarkan suara yang bening, lembut dan merdu,” jelasnya.

Budi menjelaskan, beduk dengan kualitas kayu yang baik dan pembuatan yang tepat bisa bertahan sampai 30 tahun. Untuk harga bervariasi tergantung ukuran, antara Rp9 juta sampai Rp150 juta. Harga tersebut sudah termasuk satu paket, yakni beduk dan kentung (pukulan).

“Mungkin ada kemiripan dengan pengrajin lain (bedug buatannya). Namun kita punya ciri khas, kalau ukir kita punya ukir khas Mojokerto jadi kalau pemesan tidak memberikan kreteria bedug yang diinginkan, kita kasih ukiran khas Mojokerto,” tegasnya.

Budi mengungkapkan awalnya ia tidak memiliki cita-cita sebagai pengusaha kerajinan bedug. Namun saat bekerja sebagai tukang mebel, mebelnya tidak cukup laku di pasaran sehingga ia memutuskan banting setir memulai membuat kerajinan bedug di tahun 2009 lalu.

"Alhmadulillah setelah berjalan, perlahan tapi pasti pesanan mulai meningkat. Bahkan tahun ini meningkat tiga kali lipat," pungkasnya.


(ADI)

Berita Terkait