SURABAYA : Universitas Airlangga (Unair) kembali menorehkan prestasi di tingkat internasional. Enam mahasiswa mereka meraih penghargaan Best Social Project dalam International Conference Istanbul Youth Summit (IYS) 2021 Turkey akhir Maret lalu.
Keenam mahasiswa itu, yakni Dimas Satrya Sukma Wijaya (FKp), Bethari Ayu A (Fisip), Dea Salsabila Defri (Fisip), Inezia Kartika A (Fisip), Ramadhan Pambayung K (Fisip), dan Anggie Lucca (Fisip).
Dalam International Conference Istanbul Youth Summit 2021 di Turki tersebut, Dimas, sapaan akrabnya, dengan timnya mengangkat judul Benerinkuy (platform reparasi barang rusak) yang berhasil meraih atensi besar dari para juri.
Dimas dan timnya berusaha membuat suatu inovasi untuk membantu perekonomian bagi jasa reparasi pada masa pandemi covid-19. Hasilnya, mereka langsung terjun ke lapangan untuk mencari jasa reparasi di jalanan, kemudian membantu mempromosikan usaha mereka melalui media sosial.
"Untuk jangka pendeknya, kita langsung terjun ke lapangan, kita mencari para jasa reparasi seperti ahli kunci, sol sepatu, reparasi payung dan lain-lain," katanya dikutip dari laman resmi Unair, Sabtu 24 April 2021.
Kemudian, mereka mewawancara dengan menanyakan usaha mereka yang terdampak pandemi. Dari situ, Dimas dan teman-temannya mengetahui problematika para jasa reparasi ketika terjadi krisis.
"Kemudian, kami juga menanyakan identitas serta nomor telepon mereka. Setelah itu, kami coba promosikan lewat media Instagram,” katanya.
Untuk jangka panjang, Dimas dan tim berencana membuat sebuah aplikasi demi mempermudah usaha promosi dari para jasa reparasi. Mereka berharap hal tersebut dapat memberikan manfaat bagi pelaku usaha dan masyarakat umum.
"Jadi proyek itu awalnya kita ingin membuat sebuah mobile application yang konsepnya hampir mirip seperti taxi online. Tapi pada waktu itu karena keterbatasan waktu dan sumber daya, jadi aplikasi itu hanya kami jadikan blueprint untuk jangka panjang dari projek yang kami jalankan," tuturnya.
Mereka berharap manfaat jangka panjangnya dengan adanya aplikasi tersebut masyarakat bisa saling bersimbiosis. Pelaku usaha dapat menaikkan omzet mereka, dan masyarakat juga dapat terbantu dengan adanya aplikasi ini.
Dimas juga bercerita perihal motivasi keikutsertaannya. Awalnya, dia hanya ingin membuka jaringan baru dan menambah pengalaman.
"Awalnya sederhana, mengikuti kompetisi seperti ini itu dapat membuka jaringan baru, menambah teman baru, menambah pengalaman, serta menambah portofolio di CV. Selain itu, pada zaman sekarang kita realistis saja bahwa bekerja itu tidak hanya dinilai dari IP, tapi juga dari pengalaman dan juga softskill yang kita miliki," ujarnya.
Persiapan menuju kompetisi itu pun bukannya tanpa tantangan. Memulai projek sosial di kala pandemi dan dengan waktu yang singkat, Dimas dan tim selalu mengadakan rapat setiap minggu dua kali untuk membahas konsep yang akan diusung.
Selain itu, Dimas dan tim juga berusaha untuk membuat blueprint atau desain dari aplikasi tersebut sehingga dapat dipresentasikan saat konferensi berlangsung. Perjuangan mereka itu pun terbayar tuntas dengan meraih penghargaan Best Social Project mengalahkan peserta nasional maupun internasional.
Melalui raihannya tersebut, Dimas ingin menyampaikan pesan penting bagi mahasiswa untuk selalu memanfaatkan peluang yang ada. Selain itu, selalu mengembangkan bakat atau kemampuan yang dimiliki agar menjadi potensi yang besar guna mengaktualisasikan diri.
Konferensi internasional itu menjadi salah satu gelaran tahunan yang digagas oleh Youth Break the Boundaries (YBB). Tujuannya untuk membangun jiwa kepemimpinan pemuda di masa depan, dengan memberikan pendekatan moral dan menitikberatkan pada penanaman nilai-nilai karakter kebangsaan, serta membuka cakrawala baru pendidikan dan budaya internasional bagi generasi muda.
(ADI)