Saksi Ahli Sebut Ada Selisih Rp9,3 Miliar dari RAB dan Pekerjaan Terdakwa

Ahli Teknik Sipil Struktur ITS Ir Mudji Irmawan Arkani MT, saat memberikan pendapatnya dalam sidang  di ruang Candra PN Surabaya (Foto / Clicks.id) Ahli Teknik Sipil Struktur ITS Ir Mudji Irmawan Arkani MT, saat memberikan pendapatnya dalam sidang di ruang Candra PN Surabaya (Foto / Clicks.id)

SURABAYA : Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya kembali menggelar agenda sidang lanjutan perkara dugaan penipuan proyek pembangunan infrastruktur pertambangan yang melibatkan Christian Halim sebagai terdakwa, Senin 29 Maret 2021.

Sidang di ruang Candra ini, digelar dengan agenda mendengarkan pendapat ahli Ir Mudji Irmawan Arkani, MT yang berprofesi sebagai dosen Teknik Sipil Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Tidak hanya para saksi yang dihadirkan pada sidang sebelumnya, keterangan ahli lulusan magister ITB Bandung tahun 1994 ini pun menyudutkan terdakwa.

Ia mengatakan, ada selisih perbandingan senilai Rp9,3 miliar pada pekerjaan infrastruktur yang digarap terdakwa terhadap nilai dana yang tertuang dalam Rancangan Anggaran Biaya (RAB) dalam proyek yang diajukan.

"Dalam melakukan penghitungan, saya juga dilengkapi dokumen terkait proyek. Salah satunya RAB, kontrak dan penawaran. Hasil penghitungan saya berdasarkan kondisi fisik yang telah ada, semua infrastruktur telah saya hitung, baik itu pembangunan Jetty, mess pekerja, kantor maupun jalan," katanya.

Saking detailnya, bahkan soal biaya pengiriman meterial yang dikeluarkan terdakwa ke lokasi tambang yang notabene posisinya jauh diatas gunung pun, tak luput ahli tuangkan dalam hasil perhitungannya. Awalnya, ahli mengaku menemui kendala dalam upaya memulai proses perhitungannya, karena pada proyek tersebut ia tak memiliki gambar teknis.

"Akhirnya saya meminta ke Polda Jatim (gambar teknis, red). Dan akhirnya ditemukan adanya selisih dengan total Rp9,3 miliar tersebut. Misal, pembangunan mess, hanya selesai 76 persen dari yang dianggarkan senilai Rp800 juta. Laboratorium hanya selesai 60 persen, begitupun dengan pembangunan jalan, secara kualitatif hanya 38 persen dari anggaran Rp8 miliar, masih banyak tanah biasa, padahal untuk membuat jalan dibutuhkan kekerasan tertentu, sehingga truk yang melintas tidak terguling," beber ahli.

Terkait pembangunan Jetty, ahli mengatakan urukan material didapatkan dari urukan tanah setempat, bukan material baru.

"Hanya memindahkan (tanah urukan) dari atas ke bawah (area tambang, red). Bentuknya masih lurus, bukan berbentuk letter 'T'. Apabila dipaksa dioperasikan, satu tongkang saja masih kesulitan. Bahkan tongkang yang merapat bisa kandas karena kualitas Jetty tersebut," tambahnya.

Ahli juga mengatakan, dalam upayanya mengumpulkan data perhitungan, selain dilakukan secara manual dengan menurunkan tim di lapangan, juga menggunakan kecanggihan teknologi drone guna membaca potensi area, baik itu luas maupun kondisi wilayah tambang.

Saat ditanya majelis hakim, ahli mengatakan bahwa dalam RAB tidak ada gambar teknis, perhitungan harga yang diajukan dalam RAB hanya dilakukan perhitungan gelondongan, tidak secara rinci item per item.

Alhasil, dengan rangkaian keterangan ahli tersebut, posisi terdakwa terkesan makin terpojok. Karena itu, saat dikonfrontasi, terdakwa menilai keterangan ahli tidak relevan, walaupun pihaknya mengakui bahwa pembangunan jalan belum dilapisi.

"Jumlah tim yang diturunkan ke lapangan kurang," ujar terdakwa.

Sebelum sidang ditutup, tim Penasehat Hukum (PH) terdakwa juga kembali meminta saksi Mohammad Gentha Putra, selaku pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) dihadirkan dipersidangan. Namun, Ketua Majelis Hakim Ni Made Purnami menyatakan tidak bisa memaksa kehadiran saksi.

"Karena itu merupakan kewenangan pembuktian ada di jaksa, pada saat itu saksi pun dihadirkan oleh pihak jaksa, Sedangkan jaksa menilai keterangan saksi sudah cukup. Terlebih sudah ada upaya jaksa untuk memanggil kembali saksi Gentha, hal itu ditunjukan dengan surat pemanggilan yang dilayangkan, jadi kita tidak bisa memaksa kehadiran saksi. Sidang kita lanjutkan besok dengan agenda mendengarkan pendapat ahli, dan tolong pihak PH mempersiapkan saksi ade charge yang bakal dihadirkan," ujar hakim menutup sidang.

Seyogyanya, pada agenda sidang kali ini, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim berencana menghadirkan dua ahli. Namun karena salah satu ahli dalam kondisi sakit, sehingga pendapatnya gagal diperdengarkan di persidangan.

"Selain ahli dari ITS tersebut, ada satu ahli lagi yang rencananya kita hadirkan. Yaitu ahli pidana umum dari Unair Surabaya. Namun beliau hari ini sakit, kita upayakan akan hadir dalam sidang Selasa (30/3) besok," ujar jaksa Novan B Arianto usai sidang.

Saat disinggung soal peran saksi Doni, yang merupakan ayah terdakwa Christian Halim terkait keterlibatannya dalam proyek ini. Jaksa Novan mengatakan bahwa sebelumnya pihaknya sudah berupaya memanggil Doni untuk diperdengarkan keterangannya dalam sidang.

"Namun panggilan yang kita layangkan tidak pernah ditanggapi," ujar Novan.

Seperti yang tertuang dalam dakwaan, terdakwa Christian Halim menyanggupi melakukan pekerjaan penambangan biji nikel yang berlokasi di Desa Ganda-Ganda Kecamatan Petasia Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah.

Kepada pelapor Christeven Mergonoto (pemodal) dan saksi Pangestu Hari Kosasih, terdakwa menjanjikan untuk menghasilkan tambang nikel 100.000 matrik/ton setiap bulannya dengan catatan harus dibangun infrastruktur yang membutuhkan dana sekitar Rp20,5 miliar.

Terdakwa mengaku sebagai keluarga dari Hance Wongkar kontraktor alat berat di Sulawesi Tengah yang akan membantu menyediakan alat berat apabila penambangan berjalan. Padahal, belakangan diketahui terdakwa tidak memiliki hubungan dengan orang tersebut.

Dana sebesar Rp20,5 miliar yang diminta terdakwa telah dikucurkan. Namun janji tinggal janji, terdakwa tidak dapat memenuhi kewajibannya. Atas perbuatannya, terdakwa dijerat pasal 378 KUHPidana dengan ancaman pidana penjara paling lama empat tahun.

 


(ADI)

Berita Terkait