Christian Halim Akui Gunakan Dana di Luar Peruntukan RAB

 Terdakwa menjalani sidang agenda pemeriksaan secara daring di ruang Candra PN Surabaya, Selasa 6 April 2021 (Foto / Clicks.id) Terdakwa menjalani sidang agenda pemeriksaan secara daring di ruang Candra PN Surabaya, Selasa 6 April 2021 (Foto / Clicks.id)

SURABAYA : Sidang perkara penipuan pembangunan infrastruktur tambang senilai Rp20 miliar dengan terdakwa Christian Halim mengungkap fakta baru. Dalam sidang dengan agenda periksaan terdakwa itu, Christian Halim mengakui menggunakan dana diluar peruntukan RAB yang disepakati dengan pelapor.

"Saat pengerjaan, saya menghadapi 10 kali kendala di lapangan, dan setiap kendala tersebut membutuhkan dana penyelesaian yang saya ambilkan dari RAB. Total dana yang saya gunakan dari penyelesaian 10 kendala tersebut sekira Rp1 miliar. Salah satunya untuk proses pembersihan lahan dan uang jaminan pemegang IUP," ujar terdakwa, Selasa 6 April 2021.

Ia pun menceritakan sempat melakukan upaya audit mandiri guna menjawab tudingan pemberi modal yang mengatakan bahwa nominal harga yang ditentukan terdakwa tersebut terlalu besar dari harga pasaran.

Namun, terdakwa mengakui bahwa untuk mendukung hasil auditnya tersebut, dirinya tidak pernah menyerahkan bukti pengeluaran yang diserahkan kepada pelapor maupun Gentha. Baik itu berupa invoice pembelian material atau laporan lainnya.

"Tidak sempat, karena waktunya tidak cukup, karena saya sudah terlanjur dilaporkan ke polisi," ujarnya.

Disinggung soal pengakuannya yang sudah berpengalaman di bidang tambang, terungkap bahwa proyek di Morowali Sulawesi Tengah tersebut, merupakan proyek pertama, setelah PT MPM didirikan pada Juli 2019. Sedangkan, proyek yang saat ini disoal, dikerjaksan Oktober 2019.

"Lalu dasar apa anda bisa menentukan hitungan nilai dalam RAB yang anda susun, sedangkan anda mengaku hanya sebagai lulusan sarjana teknik mesin," tanya jaksa Sabetania.

Selain itu, terdakwa juga mengakui adanya target hasil tambang sebesar 100.000 metrik/ton yang dituangkan dalam kesepakatan antar pihak. Namun, ia menilai bahwa hal itu bukan menjadi kewajiban yang harus ia dapatkan, hanya menjadi tujuan hasil.

"Walaupun kenyataannya tidak mampu, tapi tidak ada pinalti," singkatnya.

Soal Hance Wongkar, terdakwa mengaku kantornya satu gedung dengan kantor milik Hance Wongkar. Kendati ia mengaku masih ada hubungan keluarga.

"Ada (hubungan keluarga,red), tapi saya tidak pernah menyampaikan secara langsung Hance Wongkar adalah keluarga saya, mungkin mereka yang mempersepsikan," jawab terdakwa.

Setelah mendengarkan keterangan terdakwa, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Novan B Arianto dari Kejati Jatim menilai unsur dalam dakwaan terpenuhi. Ia mengatakan pada awal sidang, terdakwa telah mencabut seluruh keterangan yang pernah terdakwa sampaikan dalam Berkas Pemeriksaan Perkara (BAP) kepolisian.

"Jelas, pengakuan terdakwa terkait penggunaan dana di luar peruntukan RAB yang sebelumnya telah ditentukan, sehingga dampaknya membuat proyek infrastruktur tersebut tidak bisa terselesaikan, yang saat ini menjadi persoalan," ujarnya.

Novan mengatakan terdakwa tersebut dinilai telah memenuhi unsur dalam pasal 368 KUHPidana yang dijeratkan.

"Menjadi bagian keadaan palsu dari unsur penipuan. Bahkan bisa juga diformulasikan sebagai bagian dari tindak pidana penggelapan, karena ia menerima dana tapi tidak digunakan sebagaimana mestinya alias diluar ketentuan," beber jaksa.

Disinggung soal pengakuan terdakwa bahwa hal itu ia lakukan karena desakan dari pelapor dan Gentha untuk segera mendapatkan hasil tambang, jaksa menegaskan jawaban tersebut merupakan jawaban sepihak dari terdakwa.

"Karena terdakwa sendiri tidak pernah mengajukan saksi meringankan guna mendukung peryataannya tersebut. Bahkan justru sebaliknya, saksi yang diajukan Penuntut Umum seluruhnya memberatkan posisi terdakwa. Untuk itu kami berkesimpulan semua pasal yang kami dakwakan unsur-unsurnya terpenuhi," tambah jaksa.

Terpisah, Malvin Lim, penasehat hukum terdakwa saat dikonfirmasi mengakui bahwa keterangan terdakwa menurut KUHAP memang tidak ada nilainya.

"(Terdakwa) berbohong pun boleh. Namun keterangan terdakwa juga penting, karena menurut pasal 184 keterangan terdakwa merupakan sebagai satu alat bukti. Apa yang disampaikan terdakwa dalam persidangan, biar majelis hakim yang menilai ada persesuaian tidak dengan keterangan saksi-saksi yang lain," ujarnya.

Seperti yang tertuang dalam dakwaan, terdakwa Christian Halim menyanggupi melakukan pekerjaan penambangan biji nikel yang berlokasi di Desa Ganda-Ganda Kecamatan Petasia Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah.

Kepada pelapor Christeven Mergonoto (pemodal) dan saksi Pangestu Hari Kosasih, terdakwa menjanjikan untuk menghasilkan tambang nikel 100.000 matrik/ton setiap bulannya dengan catatan harus dibangun infrastruktur yang membutuhkan dana sekitar Rp20,5 miliar.

Terdakwa mengaku sebagai keluarga dari Hance Wongkar kontraktor alat berat di Sulawesi Tengah yang akan membantu menyediakan alat berat apabila penambangan berjalan. Padahal, masih menurut dakwaan, belakangan diketahui terdakwa tidak memiliki hubungan dengan orang tersebut.

Dana sebesar Rp20,5 miliar yang diminta terdakwa telah dikucurkan. Namun janji tinggal janji, terdakwa tidak dapat memenuhi kewajibannya.

Bahkan menurut perhitungan ahli ITS, terdapat selisih anggaran sebesar Rp9,3 miliar terhadap hasil proyek yang dikerjakan terdakwa.

Atas perbuatannya, terdakwa dijerat pasal 378 KUHPidana dengan ancaman pidana penjara paling lama empat tahun. Sidang dilanjutkan Kamis 8 April 2021 dengan agenda pembacaan berkas tuntutan oleh JPU.


(ADI)

Berita Terkait