SURABAYA: Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa memilih menunggu keputusan Mahkamah Agung terkait pemakzulan Bupati Jember, Faida, oleh DPRD Kabupaten Jember.
"Itu semua ada prosesnya, dari DPRD ke Mahkamah Agung dulu, kita menunggu fatwa MA terlebih dahulu bagaimana," kata Khofifah, di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Kamis malam, 23 Juli 2020.
Sebelumnya, menurut Kepala Biro Administrasi Pemerintahan dan Otonomi Daerah Provinsi Jawa Timur, Jempin Marbun, sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, hasil paripurna DPRD Jember tentang pemakzulan Faida harus diuji secara hukum di Mahkamah Agung.
"Menurut undang-undang ada waktu 30 hari untuk Mahkamah Agung untuk menguji materi pemakzulan tersebut," kata Jempi.
Setelah hasil kajian hukum MA turun ke DPRD Jember, baru diajukan ke Mendagri melalui Gubernur Jawa Timur. "Jadi gubernur Jatim dalam konteks ini hanya menerima usulan dari DPRD Jember yang sudah memiliki hasil kajian Mahkamah Agung," jelasnya.
Proses selanjutnya, usulan dari DPRD Jember masih diproses di Mendgari. Sesuai aturan kata dia, jangka waktunya sama 30 hari, baru setelah itu keputusan Mendagri diserahkan kepada Gubernur Jawa Timur.
Dalam konteks ini kata Jempin, tolok ukur Bupati Jember bisa diberhentikan atau tidak, tergantung pada hasil uji materi di Mahkamah Agung.
"Jika hasil uji materi di Mahkamah Agung secara hukum tidak bisa diberhentikan, maka usulan pemakzulan tidak bisa diteruskan," ujarnya.
Sebelumnya, pada Rabu 22 Juli 2020, sebanyak tujuh fraksi DPRD Jember, yakni,Fraksi NasDem, Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi PKB, Fraksi Gerakan Indonesia Berkarya (Gerindra, Perindo, Berkarya), Fraksi PKS, Fraksi PPP,Fraksi Pendekar (PAN, Demokrat, Golkar) sepakat melengserkan Bupati Jember Faida melalui sidang paripurna Hak Menyatakan Pendapat.
Ada sejumlah alasan DPRD memakzulkan bupati perempuan pertama di Jember itu. Dari tuduhan Bupati Jember telah melanggar sumpah janji jabatan dan melakukan pelanggaran serius terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, penilaian kinerja bupati dan jajarannya tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam melakukan tata kelola keuangan daerah, hingga pelanggaran kebijakan pengadaan barang dan jasa diduga melanggar ketentuan Perpres nomor 16 tahun 2018.
(TOM)