Prihatin, PWI - Dispendik Gresik Kompak Cari Solusi Isu Bullying, Intoleransi dan Kekerasan Seksual di Sekolah

 Bupati Gresik Fandi Akhmad Yani bersama anggota DPR RI Komisi X, Zainuddin Maliki saat berdiskusi terkait 3 dosa pendidikan yang digagas Dispendik  dan PWI Gresik (Foto / Huda/ Metro TV) Bupati Gresik Fandi Akhmad Yani bersama anggota DPR RI Komisi X, Zainuddin Maliki saat berdiskusi terkait 3 dosa pendidikan yang digagas Dispendik dan PWI Gresik (Foto / Huda/ Metro TV)

GRESIK : Dinas Pendidikan Kabupaten Gresik menggelar seminar pendidikan bertema Tiga Dosa Pendidikan. Kegiatan yang berkolaborasi dengan PWI Gresik ini digelar untuk mencari solusi terkait kasus Bullying, Intoleransi dan Kekerasan Seksual yang kerap terjadi di sekolah.

Dalam sambutannya, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Gresik S Hariyanto mengetengahkan, seminar ini digelar untuk menghilangkan perundungan atau bullying di lingkungan sekolah, kekerasan seksual dan intoleransi dengan bersinergi bersama banyak pihak, termasuk insan pers dari Organisasi Profesi wartawan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Gresik.

"Sehingga kita gencarkan sosialisasinya, melalui upaya kuat ini, ujungnya adalah mewujudkan Kabupaten Gresik layak anak," ujar dia.

Sementara itu, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nadiem Anwar Makarim menyampaikan sambutan hangat dan apresiasi kepada PWI Gresik dan Dinas Pendidikan Kabupaten Gresik yang telah menyelenggarakan kegiatan tersebut melalui video yang dikirimkan.

baca juga : Bikin Betah Siswa Baru, Guru SD di Surabaya Pakai Kostum Punakawan

Nadiem menegaskan, isu tiga dosa besar pendidikan harus terus-menerus didiskusikan di semua level oleh seluruh pemangku kepentingan. Menurut Nadiem, hampir setiap hari, selalu ada kabar terjadinya tiga dosa besar pendidikan tersebut.

"Dan hampir setiap hari pula, kami menguatkan upaya untuk menghapuskan tiga dosa besar pendidikan tersebut melalui kampanye, edukasi, pencegahan dan penetapan regulasi untuk penanggulangan," urai Nadiem.

Dikatakan, melalui pusat penguatan karakter, Kemendikbud melakukan program - program edukasi, untuk mencegah pelajar menjadi korban ataupun pelaku tiga dosa besar pendidikan tersebut.

"Kemudian untuk penanganan kasus, tahun 2021 kami mengambil langkah berani dengan mengesahkan permen tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di Lingkungan perguruan tinggi. Dalam waktu dekat kami akan menerbitkan aturan untuk (pencegahan) tindak kekerasan di paud, pendidikan dasar sampai pendidikan menengah," beber Nadiem.

baca juga : Hari Pertama Sekolah, Orang Tua Siswa SD di Jombang Sibuk Dampingi Anak

Dijelaskan, dengan aturan ini, proses penanganan kasus kekerasan di sekolah akan menjadi lebih akuntabel tanpa menghilangkan hak pelajar untuk mendapatkan pendidikan. Untuk mendukung upaya ini, Dinas Pendidikan di seluruh Indonesia juga memainkan peran yang sangat penting.kami menyediakan platform lapor pendidikan yang merangkum data asesmen nasional yang juga mencakup hasil survei lingkungan pendidikan.

"Dari data tersebut pemda dapat menentukan sekolah mana yang diprioritaskan, program - program apa yang perlu dikembangkan atau intervensi lain yang lerlu diterapkan untuk mencegah kekerasan di lingkungan sekolah," pungkasnya.

Merespons hal tersebut, Anggota DPR RI Komisi X Zainuddin Maliki membenarkan, akar dari tiga dosa besar di lingkungan sekolah adalah soal karakter. Untuk itu pendidikan karakter siswa menjadi sangat penting, tidak hanya di sekolah, tapi juga di rumah melalui orang tua.

"Secara umum kelemahan kita adalah pendidikan karakter, bahkan di asesmen nasional yang menggantikan ujian nasional, karakter ini hanya disurvei. Padahal karakter itu harus dilihat secara mendalam melalui deep interview, diikuti, diobservasi, bukan hanya ditanya melalui kuisioner. Harus diikuti kesehariannya," beber Profesor Pendidikan tersebut.

Dijelaskan, kekerasan yang dilakukan anak kepada anak yang lain saat terjadi bullying, tidak semata-mata hanya karena watak bawaan. Satu kondisi dimana seseorang punya harapan, tapi kemampuan untuk memenuhi harapannya tak sebanding tersebut dapat menjadi pemicu tindak kekerasan anak.

"Bahasa ilmiahnya deprivasi relatif, di tengah era media sosial yang makin mudah membuat orang menginginkan punya gaya hidup seperti orang lain namun tak bisa memenuhi. Nah ini kemudian sangat mudah memicu perilaku menyimpang seperti kekerasan, buliying," imbuhnya.

baca juga : Tak Ada Siswa Mendaftar, Ruang Kelas 1 SDN Jalen Ponorogo Jadi Gudang

Solusinya, kata Zainuddin, Guru harus mampu berinovasi dan kreatif menentukan metode ajar. Tidak saja menempatkan murid sebagai obyek, atau dikenal dengan paradigma behavioristik dimana siswa hanya mengikuti perintah atau perilaku guru.

"Membentuk karakter bisa dengan memberikan ruang siswa berinisiatif, kemudian membiarkan dia bertanggung jawab atas inisiatifnya. Selama ini siswa menunggu guru memberikan arahan atau instruksi," tutur Zainuddin.

Namun demikian, hal tersebut tidak mudah. Baik bagi guru maupun siswa. Karena semua butuh niat dan tekad kuat. "Dimulai dengan kemauan, kesungguhan dan pembiasaan. Memang membangun karakter itu lebih sulit dari mendidik intelektualitas siswa," imbuh Zainuddin.

Dalam kesempatan yang sama, Bupati Gresik Fandi Akhmad Yani menekankan, perangkat lembaga sekolah harus punya sistem mitigasi pencegahan kekerasan seksual, bullying dan intoleransi. "Saya setuju, semua harus bertumpu pada pembangunan karakter anak didik. Mengenalkan pada ragam budaya, agama, dan etnisitas yang heterogen, sehingga anak didik kita tidak intoleran di sekolah," ujar Yani.

baca juga : Tahun Ajaran Baru, Nadiem Kampanyekan Pendidikan Ramah Anak

Sedangkan Wakil Bupati Gresik Aminatun Habibah yang juga seorang pendidik menyebut, tiga dosa besar pendidikan itu tidak melulu menimpa kepada siswa. Tapi juga bisa menimpa kepada guru. Dari sana perlu kita rumuskan agar guru juga bisa dilindungi dari tiga dosa besar tersebut.

"Sementara bagi siswa, peran orang tua membentuk karakter tak kalah penting. Sering sekolah itu menerima siswa yang kurang dididik orang tuanya saat di rumah, sehingga saya kira edukasi prenting juga perlu diberikan kepada orang tua atau calon orang tua," tandasnya.


(ADI)

Berita Terkait