SURABAYA : Pengadilan Negeri (PN) Surabaya mengabulkan permohonan nikah beda agama yang diajukan pasangan berinisial RA dan EDS. Keduanya beda agama, yakni Islam dan Kristen. Sebelumnya, RA, calon pengantin pria yang beragama Islam bersama DS, calon pengantin perempuan yang beragama Kristen, mendaftarkan pernikahan mereka ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Surabaya, namun berkas mereka ditolak.
Keduanya lantas mengajukan permohonan pernikahan beda agama ke PN Surabaya pada 13 April 2022 lalu. Permohonan mereka dikabulkan pada 26 April 2022 dan tercantum pada penetapan Nomor 916/Pdt.P/2022/PN Sby. Humas PN Surabaya Suparno mengatakan, pertimbangan hakim mengabulkan permohonan pernikahan beda agama tersebut bertujuan menghindari praktik kumpul kebo.
"Putusan tersebut juga untuk memberikan kejelasan status anak," katanya, Senin 20 Juni 2022.
Wakil Humas PN Surabaya, Gede Agung mengatakan, pernikahan beda agama memang harus tercatat di Dispendukcapil terlebih dulu. Namun, hal itu juga harus sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak pemohon. "Hal tersebut tak hanya berlaku bagi Islam dan Kristen saja. Melainkan, seluruh agama yang sah di Indonesia," katanya.
Baca juga : 189 Ekor Ternak di Ngawi Terjangkit PMK
Dalam penetapan Nomor 916/Pdt.P/2022/PN Sby disebutkan alasan PN Surabaya mengabulkan permohonan pernikahan beda agama tersebut. Di antaranya:
1. Menimbang, bahwa perbedaan agama tidak merupakan larangan untuk melangsungkan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf f Undang-Undang Perkawinan dan merujuk pada ketentuan Pasal 35 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, maka terkait dengan masalah perkawinan beda agama adalah menjadi wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutusnya;
2. Menimbang, bahwa dari fakta yuridis tersebut di atas bahwa Pemohon I memeluk agama Islam, sedangkan Pemohon II memeluk agama Kristen adalah mempunyai hak untuk mempertahankan keyakinan agamanya, yang dalam hal untuk bermaksud akan melangsungkan perkawinannya untuk membentuk rumah tangga yang dilakukan oleh calon mempelai (Para Pemohon) yang berbeda agama tersebut, sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 29 UUD 1945 tentang kebebasan memeluk keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
(ADI)