Harga Cabai Mahal, Pengusaha Sambal Terpaksa Kurangi Produksi

Gubernur Khofifah melakukan inspeksi ke sejumlah pasar tradisional di Jatim (Foto / Hum) Gubernur Khofifah melakukan inspeksi ke sejumlah pasar tradisional di Jatim (Foto / Hum)

MALANG : Pengusaha sambal di Malang terpaksa mengurangi produksinya menyusul kenaikan harga cabai yang tinggi. Penurunan produksi ini terjadi sejak awal Juni 2022 ini. Saat harga cabai merah rawit menyentuh angka Rp90.000 per kilogram. Hal inilah yang dirasakan pengusaha sambal, Heni Wardhani.

Heni mengungkapkan, mahalnya harga cabai membuatnya mengurangi jumlah pembelian cabai. Bila sebelumnya produk sambalnya membutuhkan satu kwintal cabai keseluruhan, kini dikurangi hingga setengahnya.

"Nggak banyak-banyak dulu. Karena dapat harganya juga mahal. Saya dapat dari pemasoknya Rp 85.000," ucapnya, Sabtu 11 Juni 2022.

Hal ini terpaksa Heni lakukan karena hampir seluruh jenis cabai yang jadi bahan baku utama sambalnya naik. Untuk cabai rawit merah misalnya, Heni mendapat dari pemasoknya Rp85.000 per kilogram. Menurutnya, dengan harga tersebut ia merasa kesusahan dalam menyiasati beban operasional produksinya. Saat harga cabai di atas Rp50.000 per kilogramnya saja dianggapnya sudah memberatkan.

"Sempat turun di harga Rp55.000. Saya kalau di atas Rp 50.000 per kilogram sudah agak payah, apalagi kalau rawit mahal, biasanya cabai besar merah agak turun, cabai ijo juga turun. Yang paling tinggi rawit, rawit itu (naiknya) 90 persen, tapi sekarang semuanya naik," katanya.

Imbas dari pengurangan belanja cabai, produksi sambal dengan merek Mama Ni di rumah miliknya, yang berada di Perumahan Plaosan Permai Estate, Kelurahan Pandawangi, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, pun turun. Penurunan produksi ini telah ia lakukan sejak awal bulan Juni 2022. Jika sebelumnya Heni mampu memproduksi 1.000 botol sambal dengan 23 varian rasanya, hal itu ia kurangi.

Baca juga : Soal Obat Kadaluwarsa, Begini Penjelasan Dinkes Jombang

"Kalau produksi kita tetap produksi setiap hari, cuma tidak nyetok banyak - banyak bisa sampai 1.000 sewaktu-waktu ada permintaan bisa langsung kirim, sekarang hanya memenuhi permintaan atau order," kata dia.

Penurunan jumlah produksi juga ia lakukan di varian rasa sambalnya, dimana dari 23 varian rasa sambal yang biasanya tersedia, masing-masing rasa ia kurangi produksinya hingga setengahnya. Prioritas produksinya pun hanya pada varian rasa unggulan seperti rasa bawang merah, oseng tuna asap, cumi asap, dan cumi pelangi.

"Sekarang kita bikin misalkan satu varian 100, kita kurangi 50, kita masih produksi dari semua, cuma nggak semua best seller, hanya produksi yang best seller, terus stok yang habis, biasanya sampai penuh sekarang nggak lagi," ujarnya.

Selain harus menghadapi kenaikan harga seluruh jenis cabai, Heni mengaku kenaikan harga bawang merah juga cukup membuat usahanya kembang kempis. Menurutnya, kenaikan harga bawang merah dari tingkat pemasok saja sudah cukup tinggi di angka Rp43.000 per kilogram.

Heni mengatakan, penurunan jumlah produksi berimbas pada permintaan stok dari sejumlah toko oleh-oleh yang belum bisa dipenuhinya. Dia terpaksa hanya memenuhi permintaan toko oleh-oleh dan pembeli sesuai dengan pesanan terlebih dahulu. Artinya jika tidak pesan sebelumnya, maka ia memutuskan tidak melakukan produksi sambal.

"Ini ada permintaan dari toko oleh-oleh 650 botol itu belum saya buat, saya janjikan Minggu ini, karena masih pameran juga. Kalau toko oleh-oleh kita titip jual, stok kita ada di sana, pengirimannya kita kurangi dari permintaan 650 botol, yang masuk 13 varian, saya kirim lima varian dulu, jadi nggak langsung semua dan harus by order, tidak bisa nyetok," katanya.

Dirinya berharap, kenaikan harga cabai seluruh jenis dan bawang merah ini bisa dikendalikan, serta dapat segera diturunkan. Mengingat bahan baku pangan ini salah satu yang utama dibutuhkan, sehingga pasokan dan harganya perlu terus dijaga.

 


(ADI)

Berita Terkait