Masjid Al-Mubarok, Tertua di Nganjuk Simpan Misteri "Bedug Ajaib" 

Berusia ratusan tahun, bedug di Masjid Al-Mubarok yang konon tak mau dipindahkan ke tempat lain. (foto/metrotv)   Berusia ratusan tahun, bedug di Masjid Al-Mubarok yang konon tak mau dipindahkan ke tempat lain. (foto/metrotv)

NGANJUK: Dibangun pada tahun 1745 atau 1812 Masehi,  Masjid Al-Mubarok masih tegak berdiri di sembilan  kilometer arah selatan Kota Nganjuk. Selain menyimpan sejarah penyebaran agama Islam, masjid tertua di Kota Angin itu juga diwarnai cerita mistis  soal  "bedug ajaib"

Masjid Al Mubarok tepatnya berada di Desa Kacangan, Kecamatan Berbek, Kabupaten Nganjuk. Masjid  yang masuk dalam cagar budaya ini dibangun oleh Bupati pertama Nganjuk, Raden Temenggung Sosro atau lebih dikenal dengan sebutan Kanjeng Djimat.  

Pertama kali berdiri,  Masjid  Al Mubarok menggunakan atap ijuk dan berlantai katel (campuran tanah liat dan kapur). Sementara konstruksi bangunan menggunakan kayu jati tanpa paku.  Masjid ini sempat mengalami dua kali renovasi pada 1950 dan1985. Renovasi dilakukan dengan memugar ruang induk,  kedua serambi serta pembangunan menara setinggi 10 meter. 

Meski mengalami pemugaran, namun arsitektur asli masjid masih dipertahankan,  yaitu perpaduan bangunan Hindu, Islam dan Cina.  Terlihat dari beberapa benda, seperti Lingga Yoni yang difungsikan sebagai jam matahari penunjuk waktu sholat.  Selain itu,  pintu masuk berupa gapura ukiran  buto (raksasa) berhias bunga. Sedangkan mimbarnya,  berukiran khas Jawa. 

Masjid yang berdiri di atas lahan 2.835 meter ini menggunakan model tajuk kayu bulat.   Tiang penyangga menjulang ke ujung dan bagian serambi menggunakan atap limasan.  Bagian atap bangunan utama berundak tiga tingkat dan terdapat sebuah mahkota. 

Sebelum memasuki ruang utama, terdapat bedug besar  yang konon memiliki cerita mistis.  Bedug ini pernah dua kali dipindahkan ke Masjid Jami’ di depan Alun-alun Nganjuk.  Anehnya,  bedug tersebut seperti tidak mau dan selalu kembali lagi ke Masjid Al-Mubarok, pagi harinya.  

Tidak ada satupun yang tahu siapa yang membawanya kembali ke Masjid Al-Mubarok.  Padahal, selain berat jarak Masjid Jami' ke Masjid Al-Mubarok lebih dari 4 kilometer.  Lantaran peristiwa itu, hingga kini bedug tersebut tidak pernah dipindah lagi. 

Selain arsitektur unik dan cerita mistis soal bedug,  ada beberapa peninggalan benda kuno yang masih terjaga.  Diantaranya batu asah yang digunakan untuk mengasah alat-alat pertanian,  seperti  sabit, kapak, cangkul, dan pisau pada jaman dahulu.  

Di sebelah masjid,  terdapat makam Kanjeng Djimat yang ramai dikunjugi peziarah ketika bulan ramadan dan hari hari tertentu, "Selain bulan ramadan, kalau  kamis malam jumat biasanya  penziarah banyak yang datang dari berbagai daerah, "  ujar Hendro Prayitno, Juru Kunci Masjid Al- Mubarok.

Dari catatan sejarah dan cerita turun temurun, masjid ini dibangun pasca meletusnya perang Pangeran Diponegoro atau setelah perjanjian Gianti.  Selain menjadi masjid tertua  di Nganjuk, Masjid Al Mubarok juga menjadi cikal bakal penyebaran agama Islam di Kota Angin yang dulu penduduknya masih mayoritas beragama hindu. 
 


(TOM)