Dihadirkan di Persidangan, Sejumlah Saksi Tidak Tahu Maksud Dakwaan Jual Beli Jabatan

Sidang lanjutan dugaan perkara suap jabatan dengan terdakwa Bupati nonaktif Nganjuk, Novi Rahman Hidhayat kembali digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya (Foto / Metro TV) Sidang lanjutan dugaan perkara suap jabatan dengan terdakwa Bupati nonaktif Nganjuk, Novi Rahman Hidhayat kembali digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya (Foto / Metro TV)

SURABAYA : Sidang perkara suap jabatan dengan terdakwa Bupati nonaktif Nganjuk, Novi Rahman Hidhayat kembali digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin 11  Oktober 2021. Sidang lanjutan ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Nganjuk menghadirkan 13 orang saksi. Mereka adalah kepala desa, staf sekertaris camat dan camat.

Ke 13 saksi dimintai keterangan terkait dugaan kasus jual beli jabatan yang membelit Bupati Nonaktif Novi Rahman Hidhayat. Uniknya, sejumlah saksi justru mengaku tidak tahu apa yang dimaksud dengan jual beli jabatan tersebut. Seperti kesaksian Yoyo Mulya Mintaryo, seorang staf Kecamatan Tanjung Anom, Nganjuk.

Ia diketahui menjabat sebagai Kepala Seksi (Kasi) Kecamatan Tanjung Anom. Dalam keterangan awal, ia menerangkan bagaimana dirinya dimintai sejumlah uang oleh Camat Tanjung Anom Edi Srijianto. Ia bercerita, sebelum menjabat sebagai Kasi, ia merupakan PNS di Dinas Perindustrian di Kabupaten Nganjuk.

"Saat itu saya ditawari pak Edi (Camat Tanjung Anom), dimintai fotocopy SK (surat keputusan) golongan, pangkat, sama pendidikan. Lalu saya dilantik pada 1 April 2021," terangnya.  

Baca Juga : Sidang Perkara Suap Jabatan Nganjuk, 8 Saksi Kompak Nyatakan Tak Pernah Dimintai Uang Bupati

Usai pelantikan itu lah, ia dimintai uang sebesar Rp40 juta oleh sang Camat. Sang camat beralasan, uang tersebut sebagai tanda syukuran pada sang "bapak". Yoyo mengira uang tersebut hanya Rp1 juta hingga Rp2 juta saja, namun uang yang diminta diluar ekspektasinya.

"Ternyata minta Rp40 juta. Saya tidak ada uang cash saat itu, beliau minta harus ada uang seadanya dulu sisa di ATM hanya Rp5 juta. Lalu saya disuruh pulang, kemudian 7 april saya di telepon untuk segera mencukupi," tambahnya.

Hal senada disampaikan oleh Sekretaris Kecamatan Pace, Suwardi. Ia menyebut, saat terjadi kunjungan Bupati ke Kecamatan Pace pada Juni lalu, dirinya diusulkan menjadi Sekcam oleh sejumlah kades karena sudah lama menjabat dan berkinerja baik di kecamatan itu.

Tak lama usai kunjungan tersebut, ia lantas didatangi oleh Kades Bodor, Darmadi. Kedatangan Darmadi itu untuk menyampaikan, adanya ucapan terimakasih senilai Rp15 juta yang harus disediakannya. Lalu untuk siapa uang itu, Suwardi menjawab tidak tahu secara pasti apakah uang itu ditujukan untuk Bupati Novi.

"Saya tidak tahu. Katanya untuk "bapak"," ungkapnya.

Selain itu, Kades Bodor Darmadi mengaku melihat ada yang dititipi uang didalam kresek. Ia bahkan pernah dipanggil bertiga dengan kades lainnya oleh Camat Pace, dan melihat uang senilai Rp50 juta itu dimaksudkan untuk sang bapak.

"Saya dipanggil khusus bertiga dengan Kades Kepanjen dan Banaran, saya hanya melihat ada yang dititipi kresek hitam, ada yang bilang titip Rp50 (juta) untuk bapak, saya lupa tanggalnya," tegasnya.

Menanggapi hal tersebut, kuasa hukum ajudan Bupati Novi, M Izza Muhtadin, Petrus bala pattyona langsung mencecar ketiga saksi dengan pertanyaan soal apakah yang dimaksud dengan jual beli jabatan yang mereka twrangkan sebelumnya. Ketiga saksi itu pun kompak mengaku tidak tahu dan cenderung memilih diam.

Saat ditanya satu persatu, apakah Bupati Novi atau siapapun meminta uang terkait dengan jabatan yang saat ini mereka emban, saksi Yoyo pun menjawab tidak. Ia menyebut, uang Rp40 juta yang diminta sang camat, diakuinya sebagai uang syukuran. "Pak Camat minta (uang) syukuran," katanya.

Hal senada disampaikan oleh saksi lainnya, yang mengakui tidak pernah dimintai secara langsung oleh Bupati terkait dengan uang jual beli jabatan. "Tidak tahu (maksud jual beli jabatan). Tidak pernah (Bupati Novi meminta uang langsung)," tegasnya.

Menanggapi hal itu, Bupati Nonaktif Novi Rahman Hidhayat secara daring menyatakan membenarkan, bahwa dirinya tak pernah meminta uang sebagaimana dalam dakwaan. Untuk pembelaan lebih lanjut, ia akan menuangkannya dalam pledoi mendatang.

"Saya tak pernah meminta uang yang mulia. Pembelaan selanjutnya saya sampaikan nanti melalui kuasa hukum," tandasnya.

Sementara itu, Kuasa hukum Bupati Nonaktif Novi, Tis'at Afriyandi mengatakan, sejak awal saksi saksi yang dihadirkan oleh JPU, tidak ada satu pun yang mengaku mendapat perintah, atau permintaan langsung dari Bupati Novi soal uang jual beli jabatan. Ia pun memegaskan, bahwa benang merah antara Bupati Nonaktif Nganjuk Novi dalam kasus ini tidak ada sama sekali.

"Tidak ada perintah secara langsung dsri bupati terkait dengan kasus (jual beli jabatan) ini. Jadi tidak ada benang merahnya sama sekali," katanya.


(ADI)

Berita Terkait