Lulusan SMA di Banyuwangi Sukses Budidaya Magot

Budidaya magot menjadi salah satu usaha yang menghasilkan di tengah pandemi (Foto / Istimewa) Budidaya magot menjadi salah satu usaha yang menghasilkan di tengah pandemi (Foto / Istimewa)

BANYUWANGI : Ada yang memandang kotor dan jijik. Namun di balik itu semua budidaya magot dapat mengahasilkan pundi pundi rupiah yang menjanjikan. Apalagi untuk usaha di tengah pandemi.

Adalah Feri Hardiyanto, Anak lulusan SMA asal Desa Karangsari. Feri mulai budidaya magot sejak tahun 2019 karena keinginan usaha pakan ternak yang masih kurang.

Tempat budidaya magot yang di dirikan di belakang rumahnya telah mempunyai 21 tempat atau wadah budidaya magot. Tempat budidaya magot di buat seperti rak dengan ukuran satu meter kali dua meter. Sepuluh kilo telur magot dapat menghasilkan tiga puluh kilogram magot basah.

Untuk makanan magot Feri sendiri memanfaatkan limbah rumah tangga berupa sampah organik rumah tangga. Masa panen untuk magot dari telur hingga siap panen cukup lima belas hari. "Dalam satu bulannya saya bisa panen empat hingga lima kwintal magot basah," katanya.

BACA JUGA : Tanam Cabai di Luar Angkasa, Ini Hasilnya

Sekarang ini, Feri melayani beberapa peternak ikan lele untuk makanan tambahan lele, setiap harinya tiga puluh kilo gram. Sementara permintaan akan magot baik di Banyuwangi hingga luar masih banyak. "Budidaya magot sendiri di masa pandemi korona cukup menjanjikan karena permintaan yang masih banyak," katanya.

Feri menjual magot dalam kondisi basah dan kering. Untuk magot basah, Feri menjualnya Rp7 ribu per kilo. Sedangkan magot basah ia jual dengan harga Rp70 ribu per kilonya. "Saya juga menjual dalam bentuk kemasan ukuran kecil 50 gram di Rp10 ribu dan untuk ukuran 100 gram Rp15 ribu," terangnya.

Menurut Feri, selain untuk keperdulian lingkungan budidaya magot juga menghasilkan magot yang bernilai jual dan juga kas got atau kotoran magot yang di jul ke petani untuk pupuk.


(ADI)

Berita Terkait