SURABAYA : Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerbitkan surat pencegahan bepergian keluar negeri terhadap empat anggota DPRD Jawa Timur. Larangan tersebut terkait penyidikan kasus dugaan korupsi terkait pengelolaan dana hibah Pemprov Jatim. Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, KPK telah mengirimkan surat pencegahan ke luar negeri kepada Direktorat Jenderal Imigrasi.
“Benar, masih terkait kebutuhan proses penyidikan perkara Tersangka STPS dkk, Tim Penyidik telah mengajukan tindakan cegah keluar negeri pada Dirjen Imigrasi Kemenkumham RI terhadap 4 orang yang menjabat selaku Anggota DPRD Jawa Timur periode 2019 s/d 2024,” ujar Ali, Selasa 7 Maret 2023.
Ali tidak menjelaskan secara rinci empat orang yang dimaksud. Ali menegaskan, keempatnya masih berstatus sebagai saksi dalam kasus Sahat Tua P. Simandjuntak. “Keempatnya masih saksi,” kata Ali.
Dia menambahkan, cegah pertama ini berlaku untuk 6 bulan ke depan sampai dengan Juli 2023 dan tentunya dapat diperpanjang kembali sepanjang diperlukan. “Langkah cegah ini diperlukan antara lain agar para pihak dimaksud tetap berada di wilayah RI dan dapat selalu kooperatif hadir untuk memberikan keterangan dengan jujur dihadapan Tim Penyidik,” ujar Ali.
baca juga : Palsukan SIM, Ijazah hingga Sertifikat Kerja, Pengusaha Fotokopi Madiun Diringkus
Sebelumnya, dalam kasus ini KPK telah memeriksa pimpinan dan juga anggota DPRD Jawa Timur. Mereka adalah Ketua DPRD Jatim Kusnadi, Suyatni Priasmoro, Heri Romadhon, Achmad Sillahuddin, dan Blegur Prijanggono. Kemudian Sri Untari, Fauzan Fu’adi, Muhammad Fawait, Muhamad Reno Zulkarnaen, Agus Wicaksono, Wara Sundari Renny Pramana, dan Alyadi. Kemudian Anwar Sadad, Abdul Halim, dan Agung Mulyono.
Seperti diketahui, Sahat Tua P. Simandjuntak diduga menerima ijon mencapai Rp 5 miliar. Uang tersebut diberikan sebagai imbalan kepada Sahat yang membantu dan memperlancarpeng usulan pemberian dana hibah.
Sahat yang menjabat anggota DPRD sekaligus Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur periode 2019 s/d 2024 menawarkan diri untuk membantu dan memperlancar pengusulan pemberian dana hibah tersebut dengan adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang sebagai uang muka (ijon).
Diduga dari pengurusan alokasi dana hibah untuk Pokmas, Tersangka Sahat telah menerima uang sekitar Rp5 Miliar. Tim Penyidik juga masih akan terus melakukan penelusuran dan pengembangan terkait jumlah uang dan penggunaannya yang diterima Sahat
(ADI)