Anyaman Bambu Tenggok, Mencoba Bertahan di Masa Sulit

Malem tetap menganyam tenggok di tengah gempuran zaman dan masa sulit di tengah pandemi (Foto / Metro TV) Malem tetap menganyam tenggok di tengah gempuran zaman dan masa sulit di tengah pandemi (Foto / Metro TV)

NGAWI : Layaknya berjalan terseok-seok, kerajinan anyaman bambu tenggok di kabupaten Ngawi mencoba tetap eksis di masa sulit. Di era modern dan pandemi covid-19 kerajinan ini tetap mencoba bertahan.

Malem salah satu orang yang tak rela jika anyaman bambu tenggok punah. Di tengah ketidakpastian, perempuan warga Desa Girimulyo Kecamatan Jogorogo, Ngawi ini tetap menganyam bambu-bambu itu.

Malem tetap yakin tenggok masih punya tempat di daerahnya. Padahal di serba modern sekarang banyak box atau keranjang lain yang lebih praktis terus mengacam eksistensi tenggok.

Namun Malem tetap mempertahankan kegiatannya membuat tenggok yang saat ini sudah jarang dilakukan oleh warga lain. Warga sekitar membutuhkan tenggok untuk menyimpan atau menaruh barang-barang bawaan.

"Dulu hampir seluruh warga sekitar sini semua memproduksi tenggok. Namun saat ini hanya beberapa saja yang masih bertahan. Mereka mencari sumber penghasilan lain," katanya.

Namun bagi Malem, tenggok bukan hanya sekedar kerajinan atau anyaman bambu saja. Tenggok menjadi bagian hidupnya. Dengan jualan tenggok, ia dan keluarga bisa terus bertahan sampai sekarang.

"Saya ingin tetap mempertahankan membuat tenggok karena sudah menjadi tradisi turun temurun di keluarga," terangya.

Malem ingin anak-anak bisa membuat tenggok. Meski nantinya mereka memiliki profesi lain yang lebih menjanjikan, namun ia berharap mereka tak lupa jika Tenggok sudah menjadi bagian dari hidup mereka.

"Tak harus berjualan. Yang penting mereka bisa membuatnya," terangnya.

Bagi Malem, untuk membuat tenggok gampang-gampang susah. Gampang bagi mereka yang sudah terbiasa seperti dirinya. Hanya butuh ketelitian saja. Polanya disesuaikan selera.

Untuk bambu sebagai bahan dasar, bagi Malem juga tak sulit. Sebab dia memiliki kebun bambu sendiri. Paling yang menjadi kendala adalah faktor cuaca. Saat musim penghujan membuat proses pengeringan anyaman tenggok memerlukan  waktu yang cukup lama serta mudah terkena jamur.

"Sebab sebelum dianyam, bambu harus dikeringkan dulu di tengah terik matahari," tandasnya.

Untuk satu buah kerajinan tenggok dijual antara Rp15 ribu hingga Rp25 ribu. Tergantung besar kecil dan halusnya tenggok itu sendiri. Setiap hari, Malem mampu memproduksi sekitar 5 hingga 10 buah tenggok.

 

 

 


(ADI)