JAKARTA: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami uang panas yang diterima Bupati nonaktif Bangkalan R Abdul Latif Amin Imron. Informasi itu diulik dengan memeriksa tiga saksi.
"Ketiga saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan penggunaan aliran uang yang diterima tersangka RALAI (R Abdul Latif Amin Imron)," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Rabu, 8 Februari 2023.
Tiga saksi itu yakni Direktur PT Daya Radar Haura Abdul Hafit dan dua Komisaris PT Daya Radar Haura Inta Afriluni serta Aji Alfarizi. Ali enggan memerinci lebih lanjut pertanyaan penyidik demi menjaga kerahasiaan proses penanganan kasus.
Abdul ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait lelang jabatan di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bangkalan, Jawa Timur. Dia juga dijerat dalam perkara penerimaan gratifikasi.
BACA: KPK Sebut Tersangka Suap Dana Hibah Jatim Bisa Bertambah, Siapa Susul Sahat?
KPK juga menetapkan tersangka lainnya. Yakni, Kadis Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Hosin Jamili, Kadis PUPR Wildan Yulianto, Kadis Perindustrian dan Tenaga Kerja Salman Hidayat, Kadis Ketahanan Pangan Achmad Mustaqim, serta Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Agus Eka Leandy.
Abdul merupakan pejabat yang memiliki kewenangan untuk memilih dan menentukan kelulusan aparatur sipil negara (ASN) di Pemkab Bangkalan. Jabatan yang dijualnya pada tingkatan eselon tiga dan empat.
Harga untuk satu jabatan mulai dari Rp50 juta sampai Rp150 juta. KPK menduga Abdul sudah mengantongi uang Rp5,3 miliar. Uang itu digunakan untuk kepentingan pribadi Abdul. Salah satunya, mengukur survei elektabilitas.
"Sedangkan uang yang diterima RALAI tersebut diperuntukkan untuk keperluan pribadi di antaranya untuk melakukan survei elektabilitas yang bersangkutan," ucap Ketua KPK Firli Bahuri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 8 Desember 2022.
Agus, Wildan, Achmad, Hosin, dan Salman ditetapkan sebagai tersangka pemberi. Mereka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara, Abdul ditetapkan sebagai tersangka penerima. Dia disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 65 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
(TOM)