MOJOKERTO : Pasangan suami istri (pasutri) asal Desa Kepunten, Kecamatan Tulangan, Kabupaten Sidoarjo ditahan Kejaksaan Negeri (Kejari) Mojokerto. Keduanya ditahan atas kasus penipuan dan penggelapan perkara jual beli tanah kavling di Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto. Kedua tersangka yaitu Novita Kusumawardani dan Mohammad Edi Afifudin.
Novita merupakan aparatur sipil negara (ASN) di Pasuruan. Setelah menjalani pemeriksaan, dengan tangan diborgol keduanya digiring ke mobil tahanan untuk dibawa ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IIB Mojokerto untuk 20 hari kedepan. Jaksa Penuntut Umum (JPU), Kejari Kabupaten Mojokerto, Johan Candra Setyawan mengatakan, kedua tersangka merupakan pelimpahan perkara dari Polres Mojokerto.
“Keduanya tersangka terjerat perkara Pasal 154 Undang-undang tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman atau Pasal 378 juncto 55 KUHP,” ungkapnya,Selasa 27 Juni 2023.
baca juga : Kesal Lingkungan Tercemar, Warga Kediri Lemparkan Limbah Debu Hitam ke Pabrik Gula Pesantren
Modus yang dilakukan keduanya dengan cara membeli tanah ke warga di Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto seluas 1600 meter persegi seharga Rp1,215 milyar. Sertifikat tanah tersebut dibawa oleh tersangka, namun pemilik baru menerima uang dari hasil penjualan tanah dari tersangka sebesar Rp315 juta.
“Kedua tersangka membayar sebesar Rp315 juta kepada pemilik tanah, namun sisa sekitar Rp900 juta belum dilunasi. Sementara para pembeli dijanjikan tanah seluas 7×16 meter persegi seharga Rp85 juta. Ada tujuh korban yang uangnya belum dikembalikan oleh tersangka dari nilai kerugian yang dialami sekitar Rp81 juta,” katanya.
Ada beberapa pembeli yang uangnya telah dikembalikan oleh kedua tersangka. Johan menjelaskan, jika kedua tersangka merupakan developer PT Hanasta Indo Perdana yang berkantor di Desa Pekukuhan, Kecamatan Mojosari, Kabupaten Mojokerto.
baca juga : 2 Pelaku Penyelundupan Sabu di Rutan Ponorogo Diringkus, Begini Modusnya
“Kedua tersangka yang merupakan developer ini sudah terbiasa seperti ini. Pertama mereka melakukan DP dulu, mereka minta sertifikatnya walaupun belum lunas, lalu mereka mengajukan pengalihan hak ke BPN lalu mereka pecah untuk dijual kembali,” jelasnya.
(ADI)