SURABAYA : Ombudsman Jawa Timur menemukan dugaan praktik pungutan liar (pungli) di salah satu Samsat Surabaya. Modusnya, wajib pajak dikenai tarif formulir dengan harga berkisar Rp20.000 hingga Rp30.000. Padahal, wajib pajak yang datang di loket formulir seharusnya tidak boleh berbiaya alias gratis.
"Yang harus dibayar wajib pajak yakni biaya yang tertera di Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK)," kata Kepala Perwakilan Ombudsman Jatim, Agus Muttaqin, Rabu 22 September 2022.
Jika wajib pajak yang datang ke loket itu kritis dan menanyakan balik ke petugas kenapa menarik biaya, maka formulir dihitung gratis. Dalam regulasi pemerintah, formulir tidak masuk dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
"Yang wajib pajak bayar itu hanya biaya yang sesuai di STNK itu. Kalau formulir itu tidak boleh dipungut biaya. Kalau tetap memungut, itu pungli," tegasnya.
Dirinya mengaku sudah menyampaikan persoalan tersebut kepada pengelola Samsat, yakni Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), Kepolisian dan Jasa Raharja dan akan ditindaklanjuti. Jika layanan Samsat itu tidak berbiaya alias gratis, maka harus dipastikan benar-benar gratis.
"Kami tidak mencari siapa pelaku (pungli). Tapi kita minta ke depan diperbaiki untuk memenuhi standar pelayanan," katanya.
Baca juga : Jalani Masa Tahanan, Penghuni Rutan Perempuan Surabaya Melahirkan
Tak hanya itu, pihaknya juga mengingatkan bahwa, layanan gesek rangka kendaraan bermotor, juga tidak berbiaya. Para petugas yang melakukan gesek merupakan pegawai honorer yang sudah mendapat gaji bulanan.
"Kalau memberi (uang) itu menyuburkan praktik pungli. Yang bayar itu yang sesuai di STNK. Kita harus berani menolak kalau mereka minta uang," ujarnya.
Kepala Bapenda Jatim, Abimanyu Poncoatmojo saat dikonfirmasi mengaku tidak mengetahui adanya dugaan praktik pungli tersebut. Pasalnya, Bapenda di Samsat hanya mengurusi terkait pembayaran dari wajib pajak. Meski begitu, pihaknya akan terus memperbaiki layanan seperti memasang banner dan sejenisnya yang mengumumkan bahwa layanan di Samsat gratis.
"Kalau saya yang penting uang pembayaran pajak masuk dan PAD (Pendapatan Asli Daerah) meningkat," katanya.
Sementara itu, Dirlantas Polda Jatim Kombes Muhammad Taslim Chairuddin memastikan akan segera melakukan pengecekan di lapangan terkait adanya praktik dugaan pungli di salah satu Samsat di Surabaya. Pihaknya juga sudah memerintahkan pada anggota di lapangan untuk segera melaksanakan rekomendasi dari ombudsman.
"Artinya di loket yang tidak ada pungutan harus tertulis gratis. Kemudian jika ada pungutan, harus ditulis besaran biaya yang mesti dibayar," ujarnya.
Pihaknya tidak menampik adanya temuan dari Ombudsman Jatim tersebut. Menurutnya, praktik pungli terjadi akibat hubungan simbiosis mutualisme antara pet UGA di lapangan dengan biro jasa atau calo. Oleh sebab itu, pihaknya mengimbau masyarakat untuk tidak menggunakan jasa calo atau biro jasa ketika hendak mengurus pajak kendaraan di Samsat.
"Masukan Ombudsman itu sangat berarti untuk introspeksi dan pembenahan," tuturnya.
Terpisah, Ketua Komisi C DPRD Jatim, Abdul Halim menyayangkan adanya praktik pungli tersebut. Apalagi, kondisi ekonomi masyarakat Jatim yang masih belum bangkit akibat pandemi Covid-19. Kebijakan Gubernur Jatim, kata dia, sudah tepat dengan menggratiskan pajak bagi mikrolet dan ojek online.
"Tapi sayang bawahannya tidak bisa mengimplementasikan dengan baik. Tentu hal tersebut sangat mencoreng terobosan yang baik dari Ibu Gubernur," katanya.
Lebih jauh, politikus dari Partai Gerindra itu meminta Pemprov Jatim dalam hal ini Bapenda serius menangani pungli. Halim juga meminta Bapenda Jatim tidak hanya fokus mendapatkan pemasukan pajak dari warga, tapi juga harus memperbaiki layanan.
"Apa yang dilakukan Ombudsman Jatim sudah benar dengan membeberkan pungli di Samsat. Ia berharap layanan Samsat terus diperbanyak," katanya.
(ADI)