Geliat Industri Marmer Tulungagung di Tengah Pandemi

Produk berbahan marmer masih mengeliat meski diterjang pandemi covid-19. (metrotv) Produk berbahan marmer masih mengeliat meski diterjang pandemi covid-19. (metrotv)

TULUNGAGUNG: Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur  dikenal sebagai salah satu penghasil batu marmer terbesar di Indonesia.  Lantas bagaimana strategi  dan geliat bisnisnya di masa pandemi covid-19 agar tetap eksis ?

Aneka olahan batu marmer di produksi para pengusaha marmer di Tulungagung. Mulai dari lantai, wastafel, meja kursi,  patung, kijing makam, piala dan aneka ornamen dekorasi hingga berbagai produk turunannya.

Salah satu perusahaan penyedia aneka produk marmer di kelola Imam mahfudin, di Dusun Blumbang, Desa Campurdarat, Kecamatan Campurdarat. Pengusaha ini mengakui masa pandemi korona ini  menjadi tantangan tersendiri untuk mempertahankan bisnis batu pualam.

Strategi pemasaran menjadi faktor dominan dalam menjaga usaha marmer agar  bertahan dan tidak gulung tikar.  Sebab, jika hanya mengandalkan pemasaran secara tradisional dengan mengharap konsumen datang ke showroom, dipastikan omzet akan terjun bebas.

“Beberapa teman-teman, kini harus menghentikan aktivitas pabrik memproduksi olahan batu marmer karena sulitnya pemasaran secara offline, “ ucapnya

Melihat kondisi itu, Imam Mahfudin  memaksimalkan pemasaran secara online . Dengan dibantu 20 karyawan digital marketing seluruh produk di unggah ke website perusahaan, market place  serta berbagai media sosial. 

“Dengan pemasaran online order produk marmer terus mengalir  meski di tengah pandemi covid-19 seperti sekarang ini, “ ucapnya.

Di awal masa pandemilalu,  Imam mendapatkan limpahan omset produk wastafel untuk perlengkapan cuci tangan. Selain itu , saat ini order aneka kijing makan juga mulai berdatangan  terutama kijing makam kristiani  sebagai persiapan natal 2020.  

Untuk menyediakan semua produk marmer tersebut, pihaknya bekerjasama dengan puluhan perajin marmer di wilayah Campurdarat , Tulungagung . Mereka menyuplai sejumlah produk yang tidak bisa dikerjakan secara mandiri oleh perusahaannya.

“Salah satu yang kena dampak adalah unit pengadaan tropi atau piala . Biasanya pada bulan Agustus  merupakan puncak lonjakan permintaan  namun saat ini  cenderung sepi, “ ujarnya.
 


(TOM)