JAKARTA : Ketua Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan, gas air mata menjadi pemicu banyaknya korban jiwa dalam kerusuhan di Kanjuruhan. Hal ini berdasarkan temuan dari TGIPF.
Ia menyebut, tembakan gas air mata dari aparat menjadi pemicu terjadinya desak-desakan para suporter. Saat ini peringkat keterbahayaan atau keberbahayaan atau racun pada gas itu sekarang sedang diperiksa oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
"Tetapi apapun hasil pemeriksaan dari BRIN itu tidak bisa menyoreng kesimpulan bahwa kematian massal itu terutama disebabkan oleh gas air mata," ujar Mahfud di Istana Negara, Jumat, 14 Oktober 2022.
Mahfud bahkan menyebut, fakta yang ditemukan oleh TGIPF terkait situasi di Kanjuruhan lebih mengerikan dari yang beredar di televisi maupun media sosial. Sebab gas air mata menyebabkan para suporter berhamburan juga berdesakan.
"Lebih mengerikan dari yang beredar karena ini ada di CCTV. Kemudian yang mati dan cacat serta sekarang kritis dipastikan itu terjadi karena desak-desakan setelah ada gas air mata yang disemprotkan. Itu penyebabnya," lanjut Mahfud.
baca juga : Kapolri Pastikan Tindak Tegas Irjen Teddy Minahasa
TGIPF telah menyerahkan laporan hasil investigasi tragedi di Stadion Kanjuruhan, pada Presiden Joko Widodo, di Istana Negara. Dalam laporan setebal 124 halaman itu, Mahfud mengatakan ada fakta dan rekomendasi pada seluruh pemangku kepentingan.
"Ternyata juga dari hasil pemeriksaan kami semua stakeholders (pemangku kepentingan) saling menghindar dari tanggung jawab. Semua berlindung di bawah aturan-aturan dan kontrak-kontrak yang secara formal sah," ujar Mahfud.
Mahfud lebih jauh mengatakan rekomendasi yang diberikan dipertuntukan bagi semua pemangku kepentingan dari pemerintah, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Menteri Pemuda dan Olahraga, dan Menteri Kesehatan. Selain itu, menurut tim pengurus Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) juga harus bertanggung jawab dan sub-sub organisasinya.
"Dalam catatan dan rekomendasi kami, juga disebut jika kita selalu mendasarkan diri pada norma formal maka semuanya menjadi tidak ada yang salah, karena yang satu mengatakan aturannya sudah begini," ucap Mahfud.
(ADI)