Malang: Polres Malang menetapkan perempuan berinisial EH, 37, warga Dusun Krajan, Desa Kidal, Kabupaten Malang, sebagai pelaku penyalahgunaan beras bulog. EH ditetapkan sebagai tersangka setelah penyelidikan mengenai aktivitas mengemas ulang beras Bulog lalu dijual dengan merek tertentu yang harganya lebih tinggi.
"Tersangka melakukan aktivitas pengemasan kembali beras Bulog program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) menjadi dua merek tertentu dengan tujuan dijual kembali dan mendapatkan keuntungan yang lebih banyak," tutur Wakapolres Malang Kompol Imam Mustolih dikutip dari Antara pada Senin, 18 Maret 2024.
Dia melakukan aksinya di sebuah gudang di Jalan Kubu RT19/02 Dusun Krajan, Desa Kidal, Kecamatan Tumpang. EH mempekerjakan satu karyawan berinisial EAP yang saat ini menjadi saksi.
"Kemudian pada Januari 2024, tersangka melihat ada peluang untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Kemudian tersangka membeli beras Bulog program SPHP," ujar Imam.
Imam menjelaskan bahwa pembelian beras Bulog SPHP ini tidak sesuai dengan ketentuan dan dilakukan dari marketplace yang tersedia di salah satu aplikasi tertentu. EH membeli beras Bulog di marketplace tersebut seharga Rp690.000 per 50 kilogram.
"Selain itu, tersangka juga melakukan pembelian beras Bulog SPHP dari seorang laki-laki yang tidak dikenal, dengan cara langsung datang ke tempat usaha tersangka," imbuh Imam.
Eh melakukan pembelian beras bulog secara berkala sehingga jumlahnya tidak banyak. Akan tetapi, petugas berhasil menemukan barang bukti sebesar 2,1 ton dan menyitanya termasuk karung beras merek tertentu untuk wadah baru beras Bulog yang dijualnya.
EH mengambil keuntungan sekitar Rp1.000 sampai Rp2.000 per kilogram. Dia meraih untung Rp8 juta hingga Rp9 juta per bulan.
Dengan demikian, EH mendapatkan pasal berlapis yaitu Pasal 62 ayat (1) Juncto Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 144 dan Pasal 143 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan dengan ancaman mulai tiga tahun sampai lima tahun penjara dan denda paling banyak Rp6 miliar.
(SUR)