Hewan Ternak Terjangkit LSD dan PPR Gejala Berat, MUI: Tak Sah untuk Kurban

Ilustrasi / Medcom.id Ilustrasi / Medcom.id

JAKARTA : Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa baru terkait dengan hewan kurban. Lembaga keagamaan itu menyatakan, sapi atau kerbau yang terjangkit penyakit kulit berbenjol atau Lumpy Skin Disease (LSD) dengan gejala berat, tidak sah untuk dijadikan hewan kurban. Ketentuan itu diatur dalam Fatwa MUI Nomor 34 Tahun 2023 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban saat Merebaknya Penyakit LSD dan Antisipasi Penyakit Peste Des Petits Ruminants (PPR) Pada Hewan Kurban.

“Hewan yang terjangkit LSD dengan gejala klinis berat sebagaimana disebut dalam ketentuan umum hukumnya tidak sah dijadikan hewan kurban,” demikian bunyi Fatwa MUI yang dikutip Sabtu 17 Juni 2023.

Dalam bunyi ketentuan umum, penyakit LSD merupakan penyakit menular pada sapi dan kerbau yang disebabkan oleh virus Lumpy skin disease. Penyakit tersebut ditandai adanya benjolan pada kulit pada bagian seluruh tubuh. Fatwa itu menerangkan, gejala berat penyakit LSD itu ditandai dengan 50 persen tubuh hewan terdapat benjolan, sudah ada benjolan yang pecah dan terjadi infeksi, serta terdapat jaringan parut.

Gejala itu, berpengaruh pada kerusakan kulit dan permukaan daging. Kendati demikian, MUI masih memperbolehkan hewan yang terjangkit LSD dengan gejala ringan untuk dijadikan kurban. Adapun ciri hewan yang terjangkit bergejala ringan yakni, menyebarnya benjolan tetapi tidak memengaruhi pada kerusakan daging.

baca juga : Tetapkan 10 Tersangka, Korupsi Dana Tukin Kementerian ESDM Rugikan Negara Rp27,6 Miliar

Tak hanya itu, MUI juga menyatakan hewan kambing atau domba yang terjangkit penyakit PPR gejala berat tidak sah untuk dijadikan hewan kurban. “Hewan yang terjangkit PPR dengan gejala klinis per-akut dan akut sebagaimana disebut dalam ketentuan umum hukumnya tidak sah dijadikan hewan kurban,” kata MUI.

Penyakit PPR merupakan penyakit menular pada kambing dan domba yang disebabkan oleh virus Peste des etits Ruminants. Adapun gejala klinis per-akut ditandai dengan demam berkisar pada suhu 40-42 derajat Celsius, depresi, leleran pada mata dan hidung, sesak nafas, diare cair yang parah hingga berlanjut dengan kematian pada waktu 4-5 hari, serta membutuhkan waktu lama untuk penyembuhan.

Sementara gejala akut, ditandai dengan demam suhu 40-42 derajat Celsius yang berlangsung antara 3-5 hari, leleran kental dan keruh dari hidung yang dapat mengganggu sistem pernapasan dan berlangsung selama 14 hari. Kemudian gusi menjadi merah, terdapat luka pada rongga mulut disertai dengan leleran air liur, radang kelopak mata, diare berair, radang brokus dan paru dengan batuk, dehidrasi, kurus, sesak napas, dan potensi mati antara 5-10 hari.

“Hewan yang terjangkit PPR dengan gejala klinis Sub-Akut sebagaimana disebut dalam ketentuan umum, hukumnya sah dijadikan hewan kurban,” bunyi Fatwa MUI.

Adapun ciri gejala sub-akut PPR adalah, suhu tubuh hewan berkisar 30-40 derajat celsius, tidak ada gejala klinis parah, dan dapat sembuh antara 10-14 hari.


(ADI)

Berita Terkait