KEDIRI : Pasca adanya temuan benda purbakala di aliran sungai Desa Nambaan Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan melakukan pengecekan ke lokasi. Dari hasil pemeriksaan, benda berupa kepala kala tersebut ternyata bukan temuan baru. Bahkan sudah teregistrasi di Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur.
Eko Priyanto, Kasi Museum dan Purbakala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kediri mengatakan, dari hasil pengecekan, ternyata, arca berupa kepala kala tersebut bukan temuan baru. Karena, sebelumnya, pada tahun 1996, arca ini sudah pernah ditemukan, sebelum akhirnya terseret derasnya aliran sungai dan terbalik. Bahkan, arca kala ini juga telah teregister di BPCB Provinsi Jawa Timur bersama dua benda lainnya yang masih utuh dan disakralkan oleh warga setempat.
“Ada tiga temuan yang diduga sebagai peninggalan era Kerajaan Kadiri. Kalau ada pertanyaan ini tak dipindahkan, karena memiliki emosional yang erat dengan masyarakat setempat. Arca kala itu saat ini diletakan berada di sebelah kala kecil yang disebut pentul oleh masyarakat,” katanya
Selama ini, arca kala berukuran 170 kali 100 centimeter tersebut terpendam dalam kondisi terbalik karena derasnya aliran sungai saat banjir. Sehingga warga mengira, hanya sebuah batu biasa. Namun, pada saat dilakukan normalisasi sungai Kamis lalu, warga hendak memindahkan batu tersebut. Saat dibalik menggunakan alat berat dan baru diketahui jika batu tersebut berbentuk arca kala atau kepala arca.
Baca Juga : Warga Kediri Temukan Potongan Kepala Kala di Kali Pentul
Sementara itu Supriadi, perangkat desa setempat mengaku bahwa lokasi temuan tersebut selama ini disakralkan oleh masyarakat. Setiap malam malam tertentu, warga kerap mendengar bunyi bunyian gamelan jaranan.
“Beberapa hari terakhir bunyi tersebut kembali didengar oleh tokoh adat setempat. Warga menduga kawasan tersebut merupakan kerajaan kuno besar. Mereka berharap dinas terkait melakukan penelitian lebih lanjut, namun tidak memindahkannya ke luar desa,” katanya.
Saat ini Dinas terkait masih menjalin komunikasi dengan masyarakat dan tokoh adat setempat. Opsinya, temuan tersebut akan ditempatkan di tempat yang layak, di desa itu, sesuai keinginan warga.
(ADI)