Kerugian Akibat Penyakit Mulut dan Kuku Capai Rp9,9 Triliun

Ilustrasi / Medcom.id Ilustrasi / Medcom.id

SURABAYA : Pemerintah menyebut kerugian akibat penyebaran penyakit mulut dan kuku (PMK) mencapai Rp9,9 triliun per tahunnya. Hal ini didasari pada jumlah sapi dan hewan ternak lainnya yang mati akibat terpapar PMK, serta kerugian ekonomi lainnya yang dialami peternak hewan ternak.

"Kalau tidak bisa dikendalikan kerugiannya bisa dua kali lipat kerugian ekonominya. Kalau kerugian rata-ratanya mencapai Rp 9,9 triliun per tahunnya," ucap Direktur Kesehatan Hewan Ternak Direktorat Jenderal PKH Kementerian Pertanian (Kementan) Nuryani Zainuddin, saat Rapat Koordinasi (Rakor) Percepatan Penanggulangan PMK di Jatim, Senin 30 Mei 2022.

Apalagi, setiap hewan ternak yang terpapar PMK disebut Nuraini memiliki rentang waktu berbeda-beda terpapar virusnya. Sehingga langkah pencegahan dengan cepat dan tepat amat diperlukan, supaya nilai kerugian ekonomi tidak semakin besar.

"Berbeda-beda setiap hewan ternaknya, kalau pada domba dan kambing akan bertahan, kambing dan domba tidak terlihat sakit, tetapi membawa virus. Untuk babi dia mengeluarkan virus, bahkan bisa memperbanyak virus dia akan membawa virus hingga 28 hari," katanya.

Baca juga : Kasus Penyakit Mulut dan Kuku di Jatim Meluas di 25 Kabupaten-Kota

Proses penyembuhan pun memiliki rentang waktu berbeda-beda, disebut Nuraini pada domba dan kambing misalnya, kendati telah sembuh dari PMK virus di dalam tubuhnya masih bertahan hingga empat bulan pada kambing, sedangkan pada domba bahkan mencapai 12 bulan.

"Di sapi PMK disertai sejumlah tanda-tanda klinis dan ini akan sangat tampaknya gejalanya. Dan jika sapi ini sembuh (dari PMK) masih bisa membawa virus atau carier bervariasi umurnya dari enam bulan sampai 3,5 tahun, jadi ternak yang sembuh masih membawa virus tadi," katanya.

Tak hanya itu, manusia juga dapat menjadi pembawa virus atau yang disebut carier, yang dapat menularkan ke hewan ternak lainnya jika bertemu. Namun pihaknya memastikan bila tak ada penularan dari hewan ke manusia maupun dari manusia ke manusia.

"Virus tipe RNA yang menyebabkan PMK ini bisa menempel pada sepatu kulit hingga 77 hari. Jadi pembatasan lalu lintas ternak menjadi penting, penutupan pasar ternak di daerah tertular salah satunya, bukan hanya ternaknya tapi belantiknya, sebagian besar penularan berasal dari orang yang berpindah. Maka ini perlu kita waspadai," katanya.

Sebagai upaya pencegahan penyebaran PMK, Kementerian Pertanian Republik Indonesia (Kementan RI) sendiri telah mengeluarkan sebanyak 10 regulasi kebijakan. Dari sejumlah kebijakan itu, percepatan vaksinasi massal menjadi salah satu perhatian pemerintah pusat melalui Kementan Republik Indonesia

"Menghentikan sirkulasi dan produksi virus di lingkungan dengan dua cara dekontaminasi dan disposal. Kemudian meningkatkan kekebalan hewan ternak dengan vaksinasi. Rencananya minggu kedua bulan Juni vaksin akan datang, masih impor sapi Pusvetma belum siap memproduksi vaksin dalam waktu cepat," katanya.

Namun nantinya sekitar bulan Agustus 2022 ditargetkan, Indonesia sudah mampu memproduksi vaksin Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) sendiri. Pasalnya ini untuk memenuhi kebutuhan vaksinasi massal PMK kepada hewan ternak yang ditargetkan pada minggu keempat bulan Agustus 2022.

"Rencananya ads 3 juta dosis vaksin masuk dalam rangka emergency vaksin, nanti dilakukan dua kali vaksin dasar, minimal 80 persen dari populasinya tervaksin. Kemudian stremnya vaksin sama dengan serotipenya," ujarnya.

Setelah itu dikatakan Nuryani, hewan yang telah divaksin selama 28 hari tidak boleh dilalulintaskan dan diberi penanda sama layaknya vaksinasi Covid-19 pada manusia.

"Vaksin akan berlangsung seperti vaksin covid, jadi ada vaksin pertama, kedua, dan booster makanya perlu diberi penanda. Agustus akan melakukan penyediaan vaksin dengan menggunakan master yang berkembang di Indonesia," pungkasnya.


(ADI)

Berita Terkait