MALANG : Sebanyak 265 anak korban Tragedi Kanjuruhan mendapat pendampingan psikologi dari tim psikolog Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Kabupaten Malang. Hasilnya, ada anak yang dinyatakan trauma berat hingga dirujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan klinis.
Kepala Dinas P3A Arbani Mukti Wibowo menjelaskan, pendampingan psikis trauma healing ini dilakukan dengan cara asesmen yang dilakukan oleh tim psikolog. Metode ini dilakukan terhadap 600 orang, termasuk 265 anak yang menjadi korban Tragedi Kanjuruhan.
"Jadi anak dikumpulkan kira-kira 10 orang, 10 anak, kemudian di situ didampingi ada psikolog. Nanti akan cerita, itu teknis psikolog yang mampu menjelaskan bukan saya. Psikolog yang mampu akan menggali permasalahan-permasalahan yang dialami anak," katanya.
Melalui metode komite building ini, psikolog memetakan dampak psikis yang menimpa para korban itu. Bila kondisi gangguan psikis dinyatakan berat, maka dilanjutkan dengan home visit atau kunjungan ke rumah masing-masing korban.
baca juga : Truk Pasir di Mojokerto Mundur Tabrak Motor hingga Terperosok ke Sungai
"Jadi dari tadi komite building, ketemu satu yang kelihatannya berat home visit. Kalau yang tidak berat selesai, ini berat home visit. Yang kita home visit kita lakukan yang pertama, itu ada 265 anak, baik itu anak yang trauma psikis, maupun yang trauma fisik. Ada yang trauma fisik (mengalami luka menjadi korban langsung) dan dibarengi dengan trauma psikis, jadi 265-an," ujarnya.
Berdasarkan asesmen itu, para anak-anak mengalami trauma ringan hingga berat. Bahkan saat proses asesmen itu terdapat beberapa pengakuan dan cerita mengejutkan dari mereka mengenai Tragedi Kanjuruhan dan persoalan lainnya.
"Ada sebenarnya yang tidak terceritakan masalah Tragedi Kanjuruhan keluar semua. Hal itu yang dipendam tadi sebenarnya harus dikeluarkan, jangan menjadi pikiran sendiri, Jangan dijadikan pikiran dia sendiri. Kalau dia tidak mengeluarkan itu tidak curhat bisa jadi dia akan trauma seumur hidup," kata dia.
Beberapa anak, disebut Arbani, perlahan-lahan pulih. Tetapi ada satu anak yang sampai mengalami trauma berat sehingga harus dikirim ke rumah sakit untuk ditangani psikolog klinis. "Penanganan psikis sudah kita tutup, tapi pelayanan masih yang kira-kira berat kita tindaklanjuti. Ini belum rangkum mereka berapa banyak," tandasnya.
Ke depan, Arbani bakal mengintensifkan pendekatan komite building untuk mendampingi psikologi anak-anak, terutama di sekolah-sekolah. Hal ini untuk mengantisipasi adanya masalah bullying, tawuran, hingga kenakalan anak lain imbas dari trauma psikis tersebut.
"Kami akan mencoba menjangkau sekolah-sekolah melakukan secara rutin tanpa diminta, melakukan komite building, siapa tahu di situ ditemukan masalah-masalah psikososial, baik itu ditemukan anak yang mengalami psikososial, baik itu dialami di sekolah maupun di rumah, kita bisa menemukan," pungkas Arbani.
(ADI)