Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan Sepakat Autopsi

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengirimkan utusan khusus ke keluarga korban tragedi Kanjuruhan Malang (Foto / Metro TV) Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengirimkan utusan khusus ke keluarga korban tragedi Kanjuruhan Malang (Foto / Metro TV)

MALANG : Autopsi terhadap korban Tragedi Kanjuruhan akan dilakukan. Pihak kelurga korban sepakat untuk melakukan tindakan tersebut. Sebelumnya, autopsi sempat gagal lantaran adanya dugaan intimidasi dari sejumlah pihak.

Hal itu disampaikan salah satu kaluarga korban tragedi Kanjuruhan, Devi Athok Yulfitri. "Iya siap (anaknya diautopsi)," katanya usai menjalani pemeriksaan di Mapolres Malang, Senin 24 Oktober 2022.

Keputusan kelurga Athok ini direspon oleh LPSK. Mereka berkomitmen mendampingi Athok dan menjamin kemananan keluarga korban. "LPSK pasti akan menjamin hak-hak keluarga korban dalam rencana otopsi ini," kata salah satu staf LPSK.

Sementara itu, Ketua Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan (Tatak), Imam Hidayat selaku kuasa hukum dari sekitar 20 keluarga korban tragedi Kanjuruhan mengatakan, bahwa autopsi memang harus dilakukan agar kasus Tragedi Kanjuruhan itu menjadi terang.

"Kita akan mendorong dari 20 keluarga korban klien kami ini untuk melakukan autopsi. Setidaknya dua korban lah," terangnya.

baca juga : Membengkak, Rumah Rusak Akibat Puting Beliung di Sidoarjo Jadi 631 Unit

Autopsi itu, menurut Imam perlu dilakukan untuk pembuktian bahwa para korban yang tewas dalam Tragedi Kanjuruhan itu memang benar-benar disebabkan gas air mata. "Banyak yang bilang, baik Komnas HAM dan TGIPF bahwa korban tewas diduga akibat gas air mata. Tapi kan pembuktian secara hukum pidana tidak ada. Maka harus dibuktikan dengan otopsi ini," katanya.

Selain itu, Imam juga menyoroti terkait pasal yang disangkakan Polri kepada para tersangka Tragedi Kanjuruhan tersebut, yakni pasal 359 KUHP tentang Kelalaian.

"Dalam pandangan kami, ini bukan kelalaian. Karena penembak gas air mata dalam keadaaan sadar. Berbeda misalnya dengan kelalaian seorang sopir yang menabrak orang karena mengantuk. Tapi kalau ini kan sadar?," tuturnya.

Oleh karena itu, dia berharap kepolisian mengubah pasal sangkaan kepada para tersangka menjadi pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan.

"Dasarnya jelas. Karena pelaku menembbakkan gas air mata ke arah yang seharusnya tidak ditembakkan. Yakni ke tribun. Sementara kami akan berupaya untuk melakukan mengajukan otopsi kepada korban," tuturnya.


(ADI)