Pernyataan Kontroversial Macron Berpotensi Ditunggangi Pihak Ketiga

ilustrasi boikot produk Perancis (Istimewa) ilustrasi boikot produk Perancis (Istimewa)

JAKARTA : Presiden Perancis Emmanuel Macron telah menjadi sorotan global khususnya pemeluk agama Islam akibat pernyataannya yang kontroversial. Macron mendukung majalah Charlie Hebdo untuk menerbitkan kembali karikatur yang menggambarkan Nabi Muhammad SAW atas nama kebebasan berekspresi. 

Menanggapi hal tersebut, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengkhawatirkan adanya pihak ketiga yang mencoba untuk menunggangi isu seperti ini. Ia memperingatkan, jangan sampai kecintaan seseorang terhadap nabinya dimanfaatkan oleh pihak ketiga. Oleh karena itu, ia berharap permasalahan ini segera berakhir.  

“Bahkan bukannya ini tidak mungkin lho. Kalau misalnya ada suatu kejadian padahal misalnya ISIS, dia tidak terlibat dalam hal tersebut. Tetapi dia bisa klaim ‘itulah yang kami serukan kepada masyarakat dan itulah orang kita’. Itu kan bahaya kalau menurut saya,” ucap Hikmahanto dalam diskusi virtual Newsmaker Medcom.id yang bertajuk “Jokowi Harus Telepon Macron Agar Minta Maaf” pada Sabtu, 7 November 2020.

Kemudian, ia menyebutkan, tidak menutup kemungkinan kejadian serupa akan terus terjadi kembali. Kecuali masyarakat Perancis menyadari bahwa kebebasan berekspresi harus berakhir ketika kehormatan dan kemuliaan dari suatu agama sudah mulai terlibat.

“Karena kalau berbicara soal agama, itu tidak tergantung kepada wilayah kedaulatan negara tertentu. Tetapi kita cross border, bisa lintas negara. Ini yang harusnya bisa menjadi pelajaran bagi masyarakat di Perancis,” imbuhnya.

Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani tersebut mengatakan bahwa masyarakat Perancis sangat berpegang teguh terhadap slogannya, yaitu Liberte (kebebasan), Egalite (keadilan), dan Faternite (persaudaraan). Namun, menurutnya, betapapun slogan tersebut diagungkan oleh masyarakat Perancis, mereka tetap harus menyadari bahwa itu semua ada batasnya.

Hikmahanto menjelaskan, masyarakat Perancis terbiasa dengan pemahaman bahwa kebebasan itu yang harus diagungkan, dilindungi, dan dimasukkan ke dalam konstitusi. 

“Padahal seperti saya katakan, nilai-nilai dari negara-negara lain ini ada juga yang mengatakan ‘eh nggak bisa lho kaya begitu kamu sebebas-bebasnya, kami bisa juga marah’,” tutupnya.


(ADI)

Berita Terkait